Kitab “Manhajut Tabi’in Fi Tarbiyatin Nufus”
Karangan Syeh Abdul Hamid Al-Balali
Penerbit Maktabah Al-Manar Al-Islamiyyah
Kitab ini termasuk salah satu kitab Tasawuf terlengkap dalam membahas pendidikan jiwa. Didalam kitab ini termaktub beberapa sifat jiwa, yaitu: menyuruh pada kejahatan, menyesali perbuatan buruk, tenang, berubah-ubah, mampu melakukan tugas, mempermudah untuk melakukan kesalahan, membisikkan untuk melakukan perbuatan buruk/ baik dan menghiasi perbuatan buruk.
Kitab yang dikarang oleh Abdul Hamid Al-Balali ini tersusun dari enam bab, diantaranya yaitu: Pembukaan (muqaddimah), sifat-sifat jiwa, akibat bagi seorang muslim yang meninggalkan pendidikan jiwa, syarat-syarat pendidikan jiwa, metode-metode pendidikan jiwa, profil teladan dari tokoh-tokoh pendidikan jiwa.
Pada bab pertama (muqaddimah); Pengarang lebih menekankan bahwa para Tabi’in menyifati generasi Sahabat., yang memang dalam kenyataannya para Tabi’in menyifati dan meniru suri tauladan pada generasi Sahabat. Kemudian diterangkan bahwa syarat-syarat pendidikan jiwa adalah memberikan kekuasaan kepada peranan akal; Padahal hal itu justru sangat berlawanan dengan realita yang ada. Dalam mendidik jiwa “dhauq”-lah yang mendidik dan mengarahkan akal, agar akal tidak memberikan pemikiran-pemikiran yang dapat mempengaruhi jiwa untuk melaksanakan kejelekan dan kejahatan yang dilarang oleh sang Kholiq. Karena peranan akal-lah manusia terdorong untuk melahirkan pikiran-pikiran yang jelek dan menyesatkan. Dan yang lebih naif lagi adalah manusia membenarkannya dengan alasan sesuai dengan rasio (akal pikiran) mereka. Jadi seharusnya hatilah yang lebih dominan dalam membimbing manusia; Dan hatilah yang menguasai dan mengatur akal bukan malah kekuasaan diserahkan kepada akal sepenuhnya.
Kitab ini lebih menitik beratkan pendidikan jiwa yang dilakukan oleh para Tabi’in; hal ini dapat dilihat dari profil-profil teladan pendidikan jiwa yang ditampilkan, seperti: Umar Bin Abdul Aziz, Uwais Al-Qorni, Ar-Rabi’ Bin Hutsain, Salamah Bin Dinar, Muhammad Bin Wasi’, Abu Muslim Al-Khaulani, Muthorrif Ibnu Syakhir, Zaenal Abidin dan Masruq Ibnu Ajda’.
Didalam kitab ini juga diterangkan metode pendidikan jiwa. Salah satu metode dalam mendidik jiwa yang paling utama adalah “do’a”. karena dengan do’a berarti seorang muslim sebagai hamba Allah merasa butuh dan hanya berharap kepada Allah Swt sebagai sang Kholiq. Secara tidak langsung muslim tersebut menyakini dan membenarkan keagungan dan kebesaran Allah Swt (Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil adziim). Namun demikian ada juga Ulama’ Tasawuf yang khilaf terhadap pendapat yang mengatakan bahwa do’a merupakan metode dalam mendidik jiwa yang paling utama. Menurut ulama’ Tasawuf yang khilaf tersebut; orang yang berdo’a kepada Allah Swt berarti tidak menerima apa adanya (qona’ah) terhadap apa-apa yang diberikan Allah terhadap hambanya tersebut. Ulama’ yang khilaf tersebut memberikan contoh sebagai berikut: Allah Swt memberikan ketetapan pada si A, bahwa Ia diberi kemiskinan dan kebodohan, tetapi si A malah memohon dengan berdo’a semoga allah swt memberikan kekayaan dan kecerdasan kepadanya. Dalam hal ini berarti si A tidak ridlo atas ketetapan yang diberikan Allah Swt kepadanya; dengan kata lain si A belumlah dapat mencapai maqom ridlo billah.
Dalam kitab ini diterangkan pula bahwa musuh utama yang harus dan sepatutnya ditakuti adalah nafsu jelek (sayyi’ah), yang selalu menyuruh dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan jelek dan dilarang oleh Allah Swt. Nafsu jelek (sayyi’ah) ini memiliki sifat menunda-nunda pekerjaan (perkara) baik, dan melupakan perkara yang memutus tali kenikmatan; yaitu kematian.
Kitab ini merupakan kitab yang tidak ternilai harganya. Didalam kitab ini dijelaskan segala aspek kehidupan manusia yang mau tidak mau selalu dipengaruhi oleh jiwa mereka. Kitab ini dapat dijadikan sebuah referensi untuk memasuki dunia Tasawuf yang amat mulia dan bersinarkan nur Ilahiiyah.
Kitab yang berjudul “pendidikan jiwa “ ini merupakan sebuah kitab yang tidak boleh terlewatkan oleh setiap orang muslim yang ingin mempunyai akhlak yang mulia, akhlak yang terpuji dari para tabi’in yang sanadnya muttasil terhadap beliau baginda rasul; nabi besar, nabi akhir zaman, nabi Muhammad Saw (Shalallah ‘alaihi wasallam) wa’ala aalihi washohbihi ajma’iin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar