welcome to the free zone...your expression is amazing...

Sabtu, 30 Juni 2007

tes tulis sebagai evaluasi dalam prestasi belajar

A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, mau tidak mau nilai merupakan hal yng terpenting. Nilai disamping sebagai pedoman prestasi belajar anak didik juga sebagai acuan bahwa materi pelajaran yang diberikan pendidik bisa ditangkap oleh anak didik.
Dalam memberikan nilai, tentunya anak didik harus melalui serangkaian tes. Tes tertulis termasuk salah satu tes verbal yang dilakukan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan peserta didik dalam menyerap materi pelajaran.
Prestasi belajar setiap anak didik tentunya berbeda-beda. Anak didik selalu terpacu untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal. Karena dengan prestasi belajar yang baik, tentunya memberi kebanggaan tersendiri bagi anak didik; juga sebagai legitimasi bahwasannya anak didik termasuk anak yang cerdas.
B. TES TERTULIS
1)Pengertian Tes Tertulis
Tes tertulis termasuk dalam kelompok tes verbal. Tes tertulis ialah tes yang soal dan jawabannya diberikan pada siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah siswa dalam tempat yang terpisah dan dalam waktu yang sama.
Dalam tes tulis, peserta didik relatif memiliki kebebasan untuk menjawab soal, sebab tidak banyak pengaruh dari kehadiran pribadi pendidik dalam soal tersebut. Sehingga secara psikologi peserta didik lebih bebas dan tidak terikat.
Pada tes tertulis, karena soalnya sama; maka obyektifitas hasil penilaian lebih dapat dipertanggung jawabkan dari pada tes lisan ataupun tes tindakan. Namun demikian , tes tertulis tetap memiliki kekurangan; antara lain: belum tentu cocok mengukur ranah psikomotorik dan mengukur ranah afektif pada tingkat karakteristik.
Disamping itu apabil tidak menggunakan bahasa yang tegas dan lugas dapat mengandung pengertian ganda, sehingga berakibat data yang masuk salah. Demikian pula dalam mengambil kesimpulan.
2)Macam-Macam Tes Tertulis
Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian; yaitu:
1. Tes Obyektif (Tes Terstruktur)
Yaitu tes tertulis yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia; sehingga peserta didik akan menampilkan keseragaman data, baik bagi yang menjawab benar maupun mereka yang menjawab salah. Kesamaan data inilah yang memungkinkan adanya keseragaman analisis, sehingga subyektifitas pendidik rendah, sebab unsur subyektifitasnya sulit berpengaruh dalam menentukan skor nilai jawaban.
2. Tes Subyektifitas (Tes Uraian)
Tes subyektifitas sering disebut dengan tes uraian, dalam tes ini peserta didik memiliki kebebasan memilih dan menentukan jawaban. Kebebasan ini berakibat data jawaban bervariasi; sehingga tingkat kebenaran dan tingkat kesalahan juga menjadi bervariasi. Hal inilah yang mengundang subyektifitas penilai menjadi ikut berperan menentukan nilai. Karena itu tes ini disebut juga dengan tes subyektifitas.
Ada beberapa kelebihan tes esai, antara lain:
1.Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pikiran sendiri.
2.Dapat menghindari sifat terkaan dalam menjawab soal.
3.Melatih peserta didik untuk memilih fakta yang relevan dengan persoalan, serta mengorganisasikannya. Sehingga dapat diungkapakan menjadi satu hasil pemikiran yang terintegrasi secara utuh.
4.Jawaban yang diberikan diungkapkan dalam kata-kata dan kalimat yang disusun sendiri, sehingga melatih untuk dapat menyusun kalimat dengan bahasa yang baik, benar dan cepat.
5.Soal bentuk uraian ini tepat untuk mengukur kemampuan analitik, sintetik dan evaluatif.
Sedangkan kelemahan tes ini antara lain:
1.Bahan yang diujikan relatif sedikit, sehingga agak sulit untuk mengukur penguasaan siswa dalam keseluruhan kurikulum.
2.Soal jenis ini bisa digunakan secara terus menerus sehingga dapat menguntungkan peserta didik. Ia hanya mempelajari soal-soal yang sering dikeluarkan sedang materi yang jarang keluar tidak pernah dibaca.
3.Penilaian yang dilakukan terhadap hasil jawaban tes ini cenderung subyektif, hal ini disebabkan:
a.Variasi jawaban terlalu banyak dan tingkat kebenarannya menjadi bertingkat-tingkat, sehingga dalam menetapkan kriteria benar dan salah menjadi agak kabur.
b.Pemberian sebuah jawaban kadang-kadang tidak tetap, sebab ada faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti tulisan peserta didik, kelelahan penilai, situasi pada saat penilaian berlangsung dan sebagibnya.
4.Membutuhkan banyak waktu untuk memeriksa hasilnya.
5.Sulit untuk mendapatkan soal yang memiliki validitas dan realibilitas tingggi.
6.Sulit mendapatkan soal yang memiliki standar nasional maupun regional.
Tes uaraian memiliki ke khususan dalam penggunaannya, yaitu:
1.Apabila jumlah peserta ujian relatif sedikit.
2.Apabila waktu penyusunan soal terbatas.
3.Apabila biaya dan tenaga untuk menggandakan soal tidak memadai; sedangkan waktu untuk melakukan pemeriksaan hasil cukup panjang.
4.Apabila tujuan tes untuk mengukur kemampuan berfikir analitik, sintetik dan evaluatif.
5.Apabila pendidik ingin melihat kemampuan fantasi dan imajinasi peserta didik.
Tes uraian dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:
1.Tes uraian bentuk bebas, artinya butir soal itu hanya menyangkut masalah utama yang dibicarakan, tanpa memberikan arahan tertentu dalam menjawabnya. Sebagai contoh:
Apa yang mendasari pertimbangan Indonesia dalam memilih sistem ekonomi koperasi?
2.Tes uraian terbatas, artinya peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan, namun arah jawaban dibatasi sedemikian rupa, sehingga kebebasan tersebut menjadi bebas tetapi terarah, sebagai contoh:
Apakah perbedaan sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan ekonomi koperasi?
Perbedaan antara pertanyaan sistem bebas dengan sistem bebas terarah terletak pada kriteria sumber jawaban dan garis besar jawabannya.
3)Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam pelaksanaan suatu tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Adapun hal-hal tersebut antara lain:
a.Ruangan tempat tes yang dilaksanakan hendaknya diusahakan setenang mungkin. Suara ataupun gangguan dari luar sedapat-dapatnya harus dikurangi. Ada baiknya menaruh papan pemberitahuan diluar ruangan tes supaya orang-orang yang datang mengetahui bahwa tes sedang berlangsung dalam ruangan tersebut. Bangku-bangku dalam ruangan tes harus disusun cukup longgar sehingga peserta tes dapat bekerja secara wajar.
b.Murid-murid harus diperingatkan bahwa mereka tidak boleh bekerja sebelum ada tanda untuk mulai mengerjakan soal. Hal ini untuk mengatur agar semua murid mulai bekerja pada saat yang sama. Sehubungan dengan ini maka lembaran tes harus dibagikan secara terbalik, supaya tidak memberikan kesempatan kepada beberapa orang murid untuk membaca isi tes terlebih dahulu.
c.Selama murid-murid bekerja para pengawas tes dapat berjalan-jalan dengan catatan tidak mengganggu suasana., untuk mengawasi apakah murid-murid bekerja secara wajar atau tidak. Murid-murid yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan dari ruangan tes.
d.Apabila waktu yang ditentukan telah habis, maka semua peserta tes diperintahkan untuk berhenti bekerja dan segera meninggalkan ruangan tes secara tertib. Para pengawas tes kemudian segara mengumpulkan lembaran jawaban peserta tes.
e.Setelah alat-alat terkumpulkan maka pengawas tes supaya mengisi catatan-catatan tentang kejadian-kejadian penting yang terjadi selama tes berlangsung.
C. PRESTASI BELAJAR
1)Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil (nilai) belajar siswa dalam menyelesaikan tes-tes yang diberikan sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang diberikan pendidik dalam satu periode pendidikan.
2)Kegunaan Prestasi Belajar
Kegunaan prestasi belajar antara lain:
1.Sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran.
2.Sebagai penyemangat bagi siswa yang kurang bagus nilainya agar mereka mau berusaha lebih maksimal dalam mencapai nilai yang lebih baik.
3.sebagai acuan pendidik dalam mengetahui kemampuan anak didiknya dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan; sehubungan dengan itu sebagai acuan bagi anak didik yang naik dan tinggal kelas.
3)Pengertian Profil Prestasi Belajar
Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam rangka menganalisis hasil belajar peserta didik adalah menvisualisasikan hasil belajar tersebut dalam bentuk lukisan grafis. Dengan memperhatikan lukisan grafis itu, pendidik akan memperoleh gambaran secara visual mengenai perkembangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh anak didik; tentunya setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Lukisan grafis yang menggambarkan prestasi belajar anak didik itulah yang sering dikenal dengan istilah profil prestasi belajar.
Jadi profil prestasi belajar adalah suatu bentuk grafik yang biasa dipergunakan untuk melukiskan prestasi belajar anak didik, baik secara individual maupun kelompok; baik dalam satu bidang studi maupun untuk beberapa bidang studi; baik dalam satu waktu maupun dalam deretan waktu tertentu.
4)Bentuk-Bentuk Profil Prestasi Belajar
Profil prestasi belajar anak didik pada umumnya dituangkan dalam bentuk diagram batang (grafik balok), atau dalam bentuk diagram garis. Dalam hubungan ini, pada sumbu horizontal grafik ditempatkan gejala-gejala yang akan dilukiskan grafiknya; seperti mata pelajaran atau bidang studi tertentu, ataupun gejala-gejala psikologis lainnya. Sedangkan pada sumbu vertikal dicantumkan angka-angka yang melambangkan frekuensi, persentase, angka rata-rata dan sebagainya.
5)Kegunaan Profil Prestasi Belajar
Pembuatan profil prestasi belajar itu diantara lain memiliki kegunaan sebagai berikut:
a.Untuk melukiskan prestasi belajar yang dicapai oleh anak didik, baik secara individual maupun kelompok; baik dalam satu bidang studi maupun dalam beberapa bidang studi.
b.Untuk melukiskan perkembangan prestasi belajar anak didik secara individual maupun kelompok dalam beberapa periode tes, pada suatu bidang studi tertentu.
c.Untuk melukiskan prestasi belajar anak didik dalam beberapa aspek psikologis dari suatu bidang studi tertentu.
D. TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR
Tes tertulis ialah tes yang soal dan jawabannya diberikan pada siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah siswa dalam tempat yang terpisah dan dalam waktu yang sama. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil (nilai) belajar siswa dalam menyelesaikan tes-tes yang diberikan sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang diberikan pendidik dalam satu periode pendidikan.
Jadi tes tertulis untuk prestasi belajar adalah tes yang soal dan jawabannya berupa bahasa tulisan yang diberikan kepada anak didik sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang diberikan pendidik dalam satu periode pendidikan.
E. Kesimpulan
Tes tertulis ialah tes yang soal dan jawabannya diberikan pada siswa berupa bahasa tulisan. Tes ini kelebihannya dapat mengukur kemampuan sejumlah siswa dalam tempat yang terpisah dan dalam waktu yang sama. Pada tes tertulis, karena soalnya sama; maka obyektifitas hasil penilaian lebih dapat dipertanggung jawabkan dari pada tes lisan ataupun tes tindakan. Namun demikian , tes tertulis tetap memiliki kekurangan; antara lain: belum tentu cocok mengukur ranah psikomotorik dan mengukur ranah afektif pada tingkat karakteristik.
Disamping itu apabil tidak menggunakan bahasa yang tegas dan lugas dapat mengandung pengertian ganda, sehingga berakibat data yang masuk salah. Demikian pula dalam mengambil kesimpulan.
Sedangkan prestasi belajar adalah hasil (nilai) belajar siswa dalam menyelesaikan tes-tes yang diberikan sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang diberikan pendidik dalam satu periode pendidikan. Kegunaan prestasi belajar antara lain:
1.Sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran.
2.Sebagai penyemangat bagi siswa yang kurang bagus nilainya agar mereka mau berusaha lebih maksimal dalam mencapai nilai yang lebih baik.
3.Sebagai acuan pendidik dalam mengetahui kemampuan anak didiknya dalam menyerap materi pelajaran yang diberikan; sehubungan dengan itu sebagai acuan bagi anak didik yang naik dan tinggal kelas.
Jadi tes tertulis untuk prestasi belajar adalah tes yang soal dan jawabannya berupa bahasa tulisan yang diberikan kepada anak didik sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang diberikan pendidik dalam satu periode pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Nurkancana Wayan & Sunarta. 1986. Evaluasi Pendidikan, Cet. IV. Surabaya: Usaha Nasional.
Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Cet. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Thoha M. Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan, Cet. IV. Jakarta: PT. raja Grafindo Persada.

Islam Liberal dalam telaah

A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamiin. Agama yang berlaku bagi seluruh manusia, dalam segala aspek kehidupan dan sesuai dengan tuntutan zaman. Banyak cendekiawan-cendekiawan Muslim yang telah keluar dari halauan hukum para Ulama’-ulama’ Salaf. Alasan yang dikemukakan karena hukum-hukum dari Ulama’-ulama’ Salaf sudah tidak relevan dan ketinggalan zaman. Dari sekian cendekiawan Muslim yang telah keluar halauan salah satunya adalah koordinator jaringan Islam liberal “Ulil Abshor Al-Abdalla”. Pernyataan-pernyataan Ulil Abshor telah banyak yang keluar dari konteks ke-NU-an (organisasi Islam yang melahirkan dan membesarkannya).
B. Biografi Ulil Abshor Abdalla
Ulil, di lahirkan di Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967. Menyelesaikan pendidikan menengahnya di Madrasah Matholi’ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah yang di asuh oleh KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz (wakil Rois ‘Am PBNU periode 1994-1999). Pernah nyantri di Pesantren Mansajul ‘Ulum, Cibolek, Kajen, Pati, serta Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang. Alumni Fakultas Syari’ah LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta, dan mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakarsa. Sekarang mengetuai Lakpesdam ( Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Nahdatul Ulama, jakarta; sekaligus juga menjadi Staf di Institut Studi Arus Informasi ( ISAI), Jakarta, seta Direktur Program Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Ia juga tercatat sebagai Penasehat Ahli Harian Duta Masyarakat. Saat ini Ia adalah Koordinator Jaringan Islam Liberal.
C. Pokok-Pokok Pemikiran
Ulil Abshor adalah tokoh muda yang menginginkan ajaran agama mampu memberikan tuntunan dalam kehidupan yang senantiasa berubah, bagaimana agama dapat dipahami sedemikian rupa sehingga ajaran-ajarannya senantiasa memberikan pencerahan kepada masyarakat; bagaimana doktri-doktrin Islam dapat diterima dalam alam kehidupan yang sudah sangat berbeda dengan masa dimana Islam pertama kali diturunkan. Oleh karena itu di sini akan dijelaskan beberapa ide/ pokok-pokok pemikirannya untuk merealaisasikan keinginannya tersebut:
1.Penafsiran Islam yang non-literal, subtansial, kontekstual, dan sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia yang sedang terus berubah. Islam itu kontekstual dalam pengertian nilai-nilainya yang universal harus diterjemahkan dalam konteks tertentu, misalnya konteks Indonesia, Arab, Melayu, Asia Tengah, Eropa dan seterusnya. Oleh karena itu menurutnya tidak ada “ hukum Tuhan” dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan dan sebagainya. Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut Maqasid al-syari’ah, atau tujuan umum syari’at Islam.
2.Penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam yang dipengaruhi kultur Arab dan mana yang tidak. Aspek-aspek Islam merupakan cerminan kebudayaan Arab misalnya, tidak usah diikuti. Contoh: soal jilbab, potong tangan, qishas, rajam, jenggot, dan jubah tidak wajib diikuti; karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab. Yang perlu diikuti adalah nilai-nilai umum yang melandasi praktik-praktik itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepentingan umum (publik decency).
3.Umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai masyarakat atau umat yang terpisah dari golongan lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan dan bukan berlawanan dengan Islam. Larangan kawin beda agama dalam hal ini antara perempuan Islam dengan laki-laki non-Muslam atau sebaliknya sudah tidak relevan lagi. Al-Qur’an sendiri tidak pernah secara tegas melarang hal itu. Itu karena Al-Qur’an menganut pandangan universal tentang derajat manusia yang sederajat tanpa melihat perbedaan agama. Oleh karena itu segala produk hukum Islam yang membedakan antara kedudukan orang Islam dengan orang non-Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal dalam tatanan kemanusiaan.
4.Adanya pemisahan antara struktur sosial kekuasaan politik dengan struktur sosial kekuasaan agama. Agama adalah urusan pribadi; sementara politik merupakan pengaturan kehidupan publik? Politik sepenuhnya hasil kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi. Nilai-nilai universal agama diharapkan dapat membentuk nilai-nilai publik, tetapi doktrin dan praktik peribadatan agama yang bersifat partikular adalah urusan masing-masing agama.
D. Konsep Keberagamaan Ulil Abshor
1.Tidak adanya hukum Tuhan. Seperti hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqasid al-syari’ah atau tujuan umum syariat Islam.
2.Rasul Muhammad Saw. adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis. Artinya Rasul dikagumi bukan hanya sebagai mitos saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga punya banyak kekurangan, sekaligus sebagai panutan yang harus diikuti.
3.Umat Islam harus berijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. Sebab kehidupan menusia terus bergerak menuju perbaikan dan penyempurnaan. Wahyu verbal memang telah selesai diturunkan dalam Al-Qur’an, tetapi wahyu non-verbal dalam bentuk ijtihad akal manusia masih terus berlangsung.
4.Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia sebagai bagian dari usaha menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula. Karena temuan-temuan itu dilahirkan pula oleh akal manusia yang notabenenya merupakan anugerah Tuhan.
5.Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah yang paling benar dan paling mutlak.
6.Setiap nilai kebaikan, dimanapun tempatnya, kapanpun waktunya, sejatinya adalah nilai Islam juga.
7.Islam adalah sekedar baju formalitas dan yang pokok adalah nilai yang tersembunyi dibalik Islam itu sendiri.
8.Musuh setiap agama yang ada dimuka bumi adalah ketidak-adilan. Dalam Islam sendiri keadilan merupakan nilai yang diutamakan.
9.Syariat Islam hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya abstrak dan universal.
10.Keyakinan terhadap dogmatisme dalam beragama harus dibuang jauh-jauh.
11.Mensederajatkan umat manusia yang ada dimuka bumi apapun agamanya dan kepercayaannya. Nilai manusia sebagai warga dunia yang satu dan sama.
12.Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari keseluruhan kebenaran yang tertera dalam setiap lembaran “Kitab suci” dan “Kitab tak suci”.
13.Islam adalah sebuah proses beragama yang tidak pernah selesai, dari pada dikatakan bahwa Islam adalah sebuah lembaga keagamaan yang sudah mati, kaku, beku, jumud, dan mengekang kebebasan.
14.Semua agama adalah benar; yaitu jalan yang sangat panjang yang ditempuh oleh manusia untuk menuju kepada yang maha benar.
E. Analisis Pemikiran Ulil Abshar Al-Abdalla
Dari pokok-pokok pemikiran dan konsep beragama yang dipaparkan Ulil Abshar adalah merupakan hasil analisis Ulil Abshar yang tajam dalam pemahaman tentang beragama. Sebenarnya embrio pemikiran dan konsep Ulil Abshar sudah ada sejak zaman Rasul. Dan menurut Ia mungkin tindakan seperti ini juga sudah mengikuti sunnah Rasul; yaitu ketika Sahabat Muadz Bin Jabar menjadi gubernur Zaman. Ketika Muadz mengadukan permasalahan tersebut kepada Nabi; Nabi menjawab bahwa kalau Ia tidak menemukan pedoman dalam Al-Qur’an dalam memutuskan suatu permasalahan, Ia disarankan untuk merujuk kepada Sunnah Nabi. Dan kalau dalam Sunnah Nabipun tidak ditemukan, maka Ia dianjurkan untuk berijtihad, dalam artian Muadz dianjurkan oleh Beliau (Nabi) untuk memikirkan sendiri cara-cara yang terbaik dalam memecahkan masalah tersebut.
Menurut dugaan penulis, mungkin Ulil Abshar lupa bahwa dalam pemahaman tentang agama diperlukan disiplin ilmu yang mumpuni dalam bidangnya masing-masing. Artinya banyak kesalahan-kesalahan Ulil Abshar dalam memaparkan pemikirannya yang bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah jelas. Pemahaman keilmuan tentang agama harus teruji otoritas keilmuan dan integritasnya baik dari dalil naqli dan dalil aqli.
Sependapat dengan penjelasan Nabi; dalam hal ini Ulil Abshar mencoba menuangkan konsep-konsep barunya untuk merubah kehidupan beragama. Khususnya kehidupan dalam Islam yang dianggap tertinggal dalam berbagai bidang oleh Dunia barat; untuk diubah dengan cara pandang yang baru dan pemahaman lebih maju tentang agama. Ulil Abshar dan konsep yang ia usung berusaha unutk menyegarkan kembali pemahaman tentang Islam.
F. Kesimpulan
Ulil Abshor adalah tokoh muda yang menginginkan ajaran agama mampu memberikan tuntunan dalam kehidupan yang senantiasa berubah, bagaimana agama dapat dipahami sedemikian rupa sehingga ajaran-ajarannya senantiasa memberikan pencerahan kepada masyarakat; bagaimana doktri-doktrin Islam dapat diterima dalam alam kehidupan yang sudah sangat berbeda dengan masa dimana Islam pertama kali diturunkan.
Diantara pokok-pokok pemikiran Ulil Abshar Al-Abdalla adalah: 1) Penafsiran Islam yang non-literal, subtansial, kontekstual, dan sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia yang sedang terus berubah. 2) Penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. 3) Umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai masyarakat atau umat yang terpisah dari golongan lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan itu sendiri. 4) Adanya pemisahan antara struktur sosial kekuasaan politik dengan struktur sosial kekuasaan agama.
Konsep-konsep keberagamaan Ulil Abshar Al-Abdalla, antara lain: 1) Tidak adanya hukum Tuhan. 2) Rasul Muhammad Saw. adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis. 3) Umat Islam harus berijtihat mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. 4) Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia sebagai bagian dari usaha menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula. 5) Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah yang paling benar dan paling mutlak. 6) Setiap nilai kebaikan, dimanapun tempatnya, kapanpun waktunya, sejatinya adalah nilai Islam juga. 7) Islam adalah sekedar baju formalitas dan yang pokok adalah nilai yang tersembunyi dibalik Islam itu sendiri. 8) Musuh setiap agama yang ada dimuka bumi adalah ketidak-adilan. 9) Syariat Islam hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya abstrak dan universal. 10) Keyakinan terhadap dogmatisme dalam beragama harus dibuang jauh-jauh. 11) Mensederajatkan umat manusia yang ada dimuka bumi apapun agamanya dan kepercayaannya. 12) Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari keseluruhan kebenaran yang tertera dalam setiap lembaran “Kitab suci” dan “Kitab tak suci”. 13) Islam adalah sebuah proses beragama yang tidak pernah selesai. 14) Semua agama adalah benar.
Dari pokok-pokok pemikiran dan konsep beragama yang dipaparkan Ulil Abshar adalah merupakan hasil analisis Ulil Abshar yang tajam dalam pemahaman tentang beragama. Sebenarnya embrio pemikiran dan konsep Ulil Abshar sudah ada sejak zaman Rasul.

pendidikan jiwa

Kitab “Manhajut Tabi’in Fi Tarbiyatin Nufus”
Karangan Syeh Abdul Hamid Al-Balali
Penerbit Maktabah Al-Manar Al-Islamiyyah

Kitab ini termasuk salah satu kitab Tasawuf terlengkap dalam membahas pendidikan jiwa. Didalam kitab ini termaktub beberapa sifat jiwa, yaitu: menyuruh pada kejahatan, menyesali perbuatan buruk, tenang, berubah-ubah, mampu melakukan tugas, mempermudah untuk melakukan kesalahan, membisikkan untuk melakukan perbuatan buruk/ baik dan menghiasi perbuatan buruk.
Kitab yang dikarang oleh Abdul Hamid Al-Balali ini tersusun dari enam bab, diantaranya yaitu: Pembukaan (muqaddimah), sifat-sifat jiwa, akibat bagi seorang muslim yang meninggalkan pendidikan jiwa, syarat-syarat pendidikan jiwa, metode-metode pendidikan jiwa, profil teladan dari tokoh-tokoh pendidikan jiwa.
Pada bab pertama (muqaddimah); Pengarang lebih menekankan bahwa para Tabi’in menyifati generasi Sahabat., yang memang dalam kenyataannya para Tabi’in menyifati dan meniru suri tauladan pada generasi Sahabat. Kemudian diterangkan bahwa syarat-syarat pendidikan jiwa adalah memberikan kekuasaan kepada peranan akal; Padahal hal itu justru sangat berlawanan dengan realita yang ada. Dalam mendidik jiwa “dhauq”-lah yang mendidik dan mengarahkan akal, agar akal tidak memberikan pemikiran-pemikiran yang dapat mempengaruhi jiwa untuk melaksanakan kejelekan dan kejahatan yang dilarang oleh sang Kholiq. Karena peranan akal-lah manusia terdorong untuk melahirkan pikiran-pikiran yang jelek dan menyesatkan. Dan yang lebih naif lagi adalah manusia membenarkannya dengan alasan sesuai dengan rasio (akal pikiran) mereka. Jadi seharusnya hatilah yang lebih dominan dalam membimbing manusia; Dan hatilah yang menguasai dan mengatur akal bukan malah kekuasaan diserahkan kepada akal sepenuhnya.
Kitab ini lebih menitik beratkan pendidikan jiwa yang dilakukan oleh para Tabi’in; hal ini dapat dilihat dari profil-profil teladan pendidikan jiwa yang ditampilkan, seperti: Umar Bin Abdul Aziz, Uwais Al-Qorni, Ar-Rabi’ Bin Hutsain, Salamah Bin Dinar, Muhammad Bin Wasi’, Abu Muslim Al-Khaulani, Muthorrif Ibnu Syakhir, Zaenal Abidin dan Masruq Ibnu Ajda’.
Didalam kitab ini juga diterangkan metode pendidikan jiwa. Salah satu metode dalam mendidik jiwa yang paling utama adalah “do’a”. karena dengan do’a berarti seorang muslim sebagai hamba Allah merasa butuh dan hanya berharap kepada Allah Swt sebagai sang Kholiq. Secara tidak langsung muslim tersebut menyakini dan membenarkan keagungan dan kebesaran Allah Swt (Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil adziim). Namun demikian ada juga Ulama’ Tasawuf yang khilaf terhadap pendapat yang mengatakan bahwa do’a merupakan metode dalam mendidik jiwa yang paling utama. Menurut ulama’ Tasawuf yang khilaf tersebut; orang yang berdo’a kepada Allah Swt berarti tidak menerima apa adanya (qona’ah) terhadap apa-apa yang diberikan Allah terhadap hambanya tersebut. Ulama’ yang khilaf tersebut memberikan contoh sebagai berikut: Allah Swt memberikan ketetapan pada si A, bahwa Ia diberi kemiskinan dan kebodohan, tetapi si A malah memohon dengan berdo’a semoga allah swt memberikan kekayaan dan kecerdasan kepadanya. Dalam hal ini berarti si A tidak ridlo atas ketetapan yang diberikan Allah Swt kepadanya; dengan kata lain si A belumlah dapat mencapai maqom ridlo billah.
Dalam kitab ini diterangkan pula bahwa musuh utama yang harus dan sepatutnya ditakuti adalah nafsu jelek (sayyi’ah), yang selalu menyuruh dan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan jelek dan dilarang oleh Allah Swt. Nafsu jelek (sayyi’ah) ini memiliki sifat menunda-nunda pekerjaan (perkara) baik, dan melupakan perkara yang memutus tali kenikmatan; yaitu kematian.
Kitab ini merupakan kitab yang tidak ternilai harganya. Didalam kitab ini dijelaskan segala aspek kehidupan manusia yang mau tidak mau selalu dipengaruhi oleh jiwa mereka. Kitab ini dapat dijadikan sebuah referensi untuk memasuki dunia Tasawuf yang amat mulia dan bersinarkan nur Ilahiiyah.
Kitab yang berjudul “pendidikan jiwa “ ini merupakan sebuah kitab yang tidak boleh terlewatkan oleh setiap orang muslim yang ingin mempunyai akhlak yang mulia, akhlak yang terpuji dari para tabi’in yang sanadnya muttasil terhadap beliau baginda rasul; nabi besar, nabi akhir zaman, nabi Muhammad Saw (Shalallah ‘alaihi wasallam) wa’ala aalihi washohbihi ajma’iin.

dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi

A. Latar Belakang
Mau tidak mau harus diakui kalau sistem kurikulum pendidikan di Indonesia sangat rancau dan membingungkan. Terlebih sistem pendidikan di Indonesia yang tersentralisasi pada pusat pemerintahan (Dept. Pendidikan). Pada awal tahun ajaran 2004 kurikulum pendidikan di Indonesia dirubah dari Kurikulum 1994, menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Perubahan sistem (kurikulum) dari Kurikulum 1994, menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini mendapatkan sedikit problem dalam hal penerapannya.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah penciptaan iklim pembelajaran, yang kondusif bagi terlaksananya kurikulum yang fleksibel, sesuai dengan potensi sekolah. (KBK) adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (Kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
B. Pengertian Kompetensi Dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(1)Pengertian Kompetensi.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Gordon (1988 : 109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
1.Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.
2.Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif dan Afektif yang dimiliki oleh individu.
3.Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang oleh individu dipergunakan untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4.Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5.Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
6.Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.
(2) Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Berdasarkan pengertian Kompetensi diatas Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat tertentu. (KBK) diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
C. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun secara klasikal.
2.Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagamaan.
3.Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan periode yang bervariasi.
4.Sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5.Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam pencapaian suatu kompetensi.
D. Landasan Teoritis Dan Implikasi Pembelajaran Dari Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(1) Landasan Teoritis Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Paling tidak terdapat tiga landasan teoretis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu:
1.Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah pembelajaran individual.
2.Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
3.Pendefisian kembali terhadap bakat.
(2) Implikasi Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Implikasi terhadap pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:.
1.Pembelajaran perlu lebih menekan pada kegiatan individual meskipun dilaksanakan serta klasikal dan perlu memperhatikan perbedaan peserta didik.
2.Perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif dengan metode dan media yang bervariasi, sehingga memungkinkan agar setiap peserta didik belajar dengan tenang dan menyenangkan.
3.Dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelasaian tugas atau praktek, agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajarnya dengan baik.
E. Implementasi Dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Dari Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(1) Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap.
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkap kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:
a.Karakteristik kurikulum yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan
b.Strategi Implementasi yaitu Strategi yang digunakan dalam implementasi seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggunaan kurikulum dilapangan
c.Karakteristik pengguna kurikulum yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum.
(2) Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip:
1.Keimanan, nilai dan budi pekerti luhur.
2.Penguatan integritas nasional.
3.Keseimbangan etika, logika estetika, dan kinestetika.
4.Kesamaan memperoleh kesempatan.
5.Abad pengetahuan dan teknologi informasi.
6.Pengembangan keterampilan hidup.
7.Belajar sepanjang hayat.
8.Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperhensif, dan
9.Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yaitu:
1.Pengembangan Program
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan), program mingguan dan harian dan program pengayan dan remedial serta program bimbingan dan konseling,
2.pelaksanaan pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal: Pre Tes, proses, dan post tes
3.evaluasi hasil belajar
Evaluasi hasil belajar dalam Implimetasi kurikulum berbasis kompetensi dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemammpuan dasar, penilaan akhir satuan pendidikan dan sertifikasi dan benchmarking, dan penilaian program.
F. Keterkaitan Reformasi Sekolah Terhadap Keberhasilan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(1) Ciri-Ciri Reformasi Sekolah
Reformasi sekolah antara lain dapat dilihat dari hal-hal seperti berikut:
1.Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berlangsung setiap saat, begitu cepatnya perkembangan tersebut sehingga, sulit diikuti oleh “mata telanjang”. Bagaimana sekolah dikondisikan agar dapat mengikuti perkembangan dan perubahan tersebut, hal ini jelas perlu adanya pembaruan sekolah, (school Reform).
2.Perkembangan penduduk yang cepat membutuhkan pelayanan pendidikan yang besar.
3.Sumber daya manusia yang berkualitas.
4.perkembangan teknologi informasi yang cepat pada abad 21 ini, telah menimbulkan berbagai, pemikiran, bukan saja dalam dunia bisnis dan ekonomi.
(2) Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Reformasi Sekolah.
Reformasi sekolah memiliki arti yang sangat luas, tidak terbatas pada masalah manajemen saja. Dalam hal ini sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, tetapi menjadi sebuah lembaga sosial yang organik, demokratik dan inovatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses reformasi sekolah adalah seperti berikut.
1.Tujuan dan sasaran pendidikan nasional dalam pembangunan, membentuk manusia Indonesia secara utuh melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya pada masa mendatang.
2.Peserta didik merupakan subjek sekaligus objek pendidikan.
3.Mendidik merupakan pekerjaan profesional memberikan petunjuk bahwa tidak setiap orang dapat melaksanakan profesi mendidik (pendidik).
4.Isi pendidikan merupakan segala pengalaman yang harus dimiliki peserta didik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan.
5.Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kelengkapan fasilitas dan sumber belajar.
G. Problematika Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Dari pemaparan panjang tentang kurikulum berbasis kompetensi diatas dapat kita ambil problematika kurikulum berbasis kompetensi dalam hal penerapannya, yaitu sebagai berikut:
1.kecakapan guru dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi kurang memadai, seperti:
(1) metode ceramah guru dalam memberikan tugas bagi setiap peserta didik (2) tidak mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya, (3) bahan pengajaran tidak dimodifikasi dan tidak diperkaya (5) ragu untuk berhubungan dengan peserta didik yang mempunyai kelainan, (6) tidak menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian dan membuat laporan, (7) lupa bahwa peserta didik tidak berkembang dalam kecepatan yang tidak sama, (8) tidak memperhatikan kalau setiap anak didik bekerja dengan kemampuannya masing-masing pada tiap pelajaran, dan (9) tidak melibatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan.
2.Dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi para guru tidak memiliki hal-hal berikut:
(1) tidak menguasai dan memahami bahan dan hubungan bahan dengan baik (2) kurang menyukai mengajar sebagai suatu profesi, (3) tidak memahami peserta didik baik dalam segi pengalaman, kemampuan, dan pretasinya, (4) tidak menggunakan metoda yang bervariasi dalam mengajar (5) tidak mampu mengeliminasi bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti, (6) tidak mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir, (7) tidak mempersiapkan proses pembelajaran, (8) kurang memberikan dorongan bagi peserta didiknya untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
3.Tidak adanya reformasi sekolah yang dilakukan untuk mendukung penerapan kurikulum berbasis kompetensi. sekolah masih menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik. Sekolah masih menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku.
4.Sikap dan karakteristik guru yang tidak sukses mengajar secara efektif dan identifikasikan, yaitu sebagai berikut:
(1) tidak respek dan memahami diri, serta tidak dapat mengontrol dirinya (emosinya labil), (2) tidak antusias dan tidak bergairah terhadap bahan, kelasnya, dan seluruh pengajarannya, (3) tidak komunikatif (tidak dapat mengkomunikasikan idenya terhadap siswa) (4) tidak memperhatikan perbedaan individual siswa. (5) tidak memiliki banyak pengetahuan ,inisiatif, dan kreatif, (6) selalu menonjolkan diri, dan (7) tidak dapat menjadi teladan siswa.
5.Indikator ketidakberhasilan KBK, yaitu sebagai berikut:
(1) tidak adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola dan medayagunakan sumber-sumber yang tersedia, (2) tidak adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber pendidikan, melalui pembagian tanggung jawab yang jelas, transparan, dan demokratis, (3) tidak adanya peningkatan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat sekitar sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui pengambilan keputusan bersama, (4) tidak adanya peningkatan tanggungjawab sekolah kepada kepala pemerintahan, orang tua peserta anak didik, dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan mutu sekolah, baik dalam intra maupun ekstra kurikuler, (5) tidak adanya kompetisi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat, (6) tidak tumbuhnya kemandirian dan masih adanya sikap kebergantungan dikalangan warga sekolah, tidak bersifat adaptif dan proaktif serta tidak memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, dan berani mengambil risiko), (7) tidak terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), Dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together), (8) tidak terciptanya iklim sekolah yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyble learning), (9) tidak adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. padahal evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah.
G. Kesimpulan
Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat tertentu. (KBK) diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkap kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yaitu: Pengembangan Program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar.
Reformasi sekolah memiliki arti yang sangat luas, tidak terbatas pada masalah manajemen saja. Dalam hal ini sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, tetapi menjadi sebuah lembaga sosial yang organik, demokratik dan inovatif.
Problematika kurikulum berbasis kompetensi dalam hal penerapannya, yaitu sebagai berikut: (1) kecakapan guru dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi kurang memadai, (2) dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi para guru tidak memiliki sikap sebagai seorang tenaga pengajar yang profesional, (3) tidak adanya reformasi sekolah yang dilakukan untuk mendukung penerapan kurikulum berbasis kompetensi. sekolah masih menciptakan iklim yang tidak kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik. Sekolah masih menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, (4) sikap dan karakteristik guru yang tidak mampu mengajar secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. Mulyoso, E.. 2003. (KBK) Konsep, Karakteristik, Implementasi, Dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.. 1998. Prinsip Dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: P2LPTK Dept.DikBud.
AR. Tilaar, H.. 1994. Managemen Pendidikan Nasional Dan Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
E. Sudirjo. Managemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi Dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

konversi agama; sebuah pengantar

A. Latar Belakang
Ilmu jiwa agama adalah ilmu yang membahas kejiwaan agama seseorang yang tercermin dari cara beribadah orang tersebut dan tingkah lakunya dalam berinteraksi sebagai mahluk sosial. Dalam disiplin ilmu jiwa agama terdapat sub pembahasan yang menerangkan konversi agama. Seorang penganut agama pasti akan mengalami sebuah konversi agama dalam kehidupan beragamanya. Konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang masuk atau berpindah pada suatu sistem kepercayaan baik dari satu agama ke agama yang lain ataupun terhadap agama yang dianutnya sendiri.
B. Pengertian Konversi Agama
Konversi berasal dari kata conversio yang berarti tobat, pindah, atau berubah. Max Henrich, mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah pada suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya; baik itu dari satu agama ke agama yang lain atau terhadap agama yang dianutnya sendiri.
Dari pengertian diatas konversi agama memuat pengertian sebagai berikut:
1)Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya.
2)Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi kejiwaan, sehingga perubahan tersebut dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak.
3)Perubahan tersebut tidak hanya berlaku bagi pemindahan kepercayaan dari satu agama ke agama yang lain, akan tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri.
4)Selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan, perubahan tersebut juga disebabkan oleh faktor petunjuk dari tuhan yang maha kuasa.
C. Macam-Macam Konversi
Starbuck membagi konversi menjadi dua macam, yaitu:
1)Type valitional (perubahan secara bertahap)
Yaitu konversi yang terjadi melalui sebuah proses; sedikit demi sedikit, hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi ini sebagian besar terjadi dari suatu perjuangan batin pelaku yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mencari hakikat suatu kebenaran.
2)Type self surrender (perubahan secara drastis)
Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seorang pelaku tanpa mengalami proses tertentu tiba-tiba berubah pendirian terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut bisa berupa kondisi dari tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat imannya menjadi kuat imannya, dari tidak percaya menjadi percaya. Konversi ini lebih disebabkan karena faktor hidayah Tuhan Yang Maha Esa.
D. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Konversi
Para ahli melihat adanya pengaruh hidayah yang dominan dalam proses terjadinya konversi pada diri seseorang. Tapi, perlu juga ditelusuri faktor-faktor lain; baik itu dari latar belakang sosiologis, faktor kejiwaan maupun faktor pendidikan pelaku.
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh-pengaruh sosial, antara lain:
(1)Hubungan antar pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan atau tidak.
(2)Kebiasaan yang rutin.
(3)Anjuran atau propoganda dari orang-orang yang dekat; seperti keluarga atau shabat karib.
(4)Pengaruh pemimpin agama.
Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan faktor-faktor penyebab konversi agama, sebagai berikut:
(1)Adanya pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan.
(2)Pengaruh dari tradisi agama.
(3)Ajakan (seruan) atau sugesti.
(4)Faktor-faktor emosi.
(5)Kemauan.
Sedangkan menurut para ahli psikologis yang menyebabkan terjadinya konversi, sebagai berikut:
(1)Adanya tekanan batin; yang akan mendorong pelaku untuk mencari jalan keluar, yaitu ketenangan batin.
(2)Jiwa yang kosong atau tidak berdaya; yang akan mendorong pelaku untuk mencari perlindungan pada kekuatan lain yang mampu memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa pelaku.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terjadinya konversi tidak hanya didorong oleh faktor luar (ekstern) saja, akan tetapi juga disebabkan faktor dari dalam (intern). Yang termasuk dalam faktor dari luar (ekstern) antara lain:
(1)Faktor keluarga, seperti: keretakan keluarga, ketidakharmonisan keluarga, berlainan agama, kurang mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga.
(2)Faktor lingkungan tempat tinggal.
(3)Faktor kemiskinan.
(4)Perubahan status, seperti: keluar dari suatu perkumpulan atau komunitas, perubahan pekerjaan, dan kawin dengan orang berlainan agama.
E. Proses Konversi
Proses konversi mengandung dua unsur, yaitu:
(1)Unsur dari dalam; adalah proses perubahan diri seseorang atau kelompok yang terjadi dalam batin sehingga terbentuk suatu kesadaran untuk mengadakan transformasi disebabkan krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi.
(2)Unsur dari luar; yaitu proses perubahan yang terjadi dari luar diri sehingga mampu menguasai kesadaran pelaku tersebut.
Selanjutnya, Zakiah Daradjat membagi konversi dalam lima tahap, yaitu:
(1)Masa tenang; adalah kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya.
(2)Masa ketidaktenangan, konflik dan pertentangan batin yang berkecamuk dalam dirinya:gelisah, putus asa, tegang, panik dan sebagainya.
(3)Masa konversi
(4)Keadaan tentram dan tenang; muncul perasaan jiwa yang baru, rasa aman dan damai dalam hati.
(5)Ekspresi konversi dalam kehidupan; segala sisi kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya.
Proses yang senada juga diungkapkan oleh H. Carrier, yaitu:
(1)Terjadi disintegrasi kognitif dan motifasi sebagai akibat krisis yang dialami.
(2)Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi yang baru.
(3)Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
(4)Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan.
Dalam proses konversi tersebut diatas, diawali dengan disintegrasi atau konflik dalam diri seseorang. Kasus demikian biasanya banyak dialami oleh seseorang pada masa dewasa, dimana seseorang membutuhkan pegangan hidup yang akan menentramkan jiwanya. Pelaku berusaha mencari makna hidup yang hakiki. Setelah mengalami konversi agama, pelaku akan mengalami kesadaran yang tinggi. Pelaku akan sampai pada tahap kematangan beragama.
F. Pengalaman Beragama
Pengalaman beragama (religius experience) adalah unsur dari perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).
pengalaman religius adalah pengalaman yang terjadi dalam “ruang sebelah dalam” (inner space) manusia. Dalam “ruang sebelah dalam” ini manusia mengembangkan suatu pusat kekuatan, sehingga kebebasannya berkembang secara penuh dan berhubungan langsung dengan pusat kekuatan alam semesta. Dalam ”ruang sebelah dalam” ini terdapat struktur apriori terhadap suatu yang irasional dan struktur tersebut terdapat dalam “perasaan hati” keinsyafan beragama (sense religius).
Keinsyafan beragama merupakan dasar dari segala sesuatu kegiatan rohaniah manusia yang dapat muncul dalam bentuk kerja kreatif, seperti: agama, filsafat, ilmu, seni, cinta dan sebagainya. Pengalaman religius merupakan suatu pengalaman ”misterum tremendum” (yang menakutkan) dan “misterium fascinosum” (tercekam, terpesona, tertarik dan terpikat oleh-Nya).
Diantara aspek dari pengalaman religius adalah: “rasa ketakjuban” (sense of wondering), “rasa keheranan” (sense of marveling) kesadaran akan makna hidup dan eksistensi dirinya serta kesadaran menghadapi perasaan rumit mengenai keterkaitan dirinya dengan dunianya.
Kondisi pengalaman puncak religius dapat dimasukkan dalam tahap terakhir, yaitu kepercayaan yang mengacu pada universalitas. Bila dikaji lebih seksama, tahap kepercayaan yang mengacu pada universalitas lebih mendekati pada puncak pengalaman mistik.
Pengalaman puncak mistisme mengandung teknik yang rumit, suatu disiplin yang keras. Memasuki wilayah mistisme tanpa perediaan bertapa sama mustahilnya dengan menjadi atlet tanpa menjalani latihan fisik. Inisiasi kearah pertapaan sangat berat. Orang yang ingin mengalami perjalanan yang sangat sulit dan berat ini harus meninggalkan segala hal keduniawian.
Selanjutnya, perlu dijelaskan apakah yang dimaksud dengan kesadaran? Kesadaran mempunyai tiga fungsi: afektif (perasaan), kognitif (pikiran), konatif (kemauan). Dalam praktiknya, ketiga fungsi tersebut menggunakan tiga alat, yaitu: penalaran (rasio), penghayalan (imajinasi), dan perencanaan atau pengendalian.
Apabila kesadaran telah sampai pada kesadaran mistik, obyek kesadaran kita menjadi mutlak; yaitu kebenaran mutlak, kebaikan mutlak dan keindahan mutlak. Yang pada hakikatnya adalah kesatuan yang merupakan sumber yang satu bagi semua nilai-nilai.
Disamping itu, kesadaran mistik juga disebut dengan “kesadaran transendental”; karena dengan kesadaran psikologis ini pelaku merasa berada dibalik segala sesuatu yang ada. Dalam dunia tasawuf kesadaran ini disebut dengan ma’rifah. Terdapat beberapa tanda untuk sampai pada ma’rifah, yaitu:
(1)Adanya pengetahuan (mengenal Allah Swt dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya).
(2)Membenarkannya dan diimplikasikan dengan perbuatan.
(3)Membersihkan diri dari akhlak madzumah atau akhlak tercela.
(4)Lama berdiri dimuka pintu Tuhan, dalam arti beribadah.
(5)Hatinya senatiasa i’tikaf pada Tuhan.
Berpijak pada penjelasan diatas, maka sangat sesuai atas firman Allah Swt dalam Hadist Qudsi, yang artinya sebagai berikut:
“Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan menyatakan perang kepadanya. Tidak akan dapat hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dengan menunaikan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku selalu mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan, sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya, dengan mana ia bisa mendengar. Aku menjadi penglihatannya, dengan mana ia dapat melihat. Aku menjadi tangannya, dengan mana ia dapat memukul. Aku menjadi kakinya, dengan mana ia dapat berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Dan apabila ia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya”.
G. Kesimpulan
Konversi berasal dari kata conversio yang berarti tobat, pindah, atau berubah. Max Henrich, mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah pada suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya; baik itu dari satu agama ke agama yang lain atau terhadap agama yang dianutnya sendiri.
konversi dibagi menjadi dua macam, yaitu: Type valitional (perubahan secara bertahap) dan Type self surrender (perubahan secara drastis).
Para ahli melihat adanya pengaruh hidayah yang dominan dalam proses terjadinya konversi pada diri seseorang. Tapi, perlu juga ditelusuri faktor-faktor lain; baik itu dari latar belakang sosiologis, faktor kejiwaan maupun faktor pendidikan pelaku.
Pengalaman beragama (religius experience) adalah unsur dari perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).

DAFTAR PUSTAKA
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. I.
Zakiah Daradjat. 1991. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Jalaluddin & Ramayulis. 1993. Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia.
Hanna Djumhanna. 1996. Meraih Hidup Bermakna, Jakarta: Yayasan Paramadina.
Budi Munawar-Rahman. 1990. Pengalaman Religius Dalam Logika Bahasa, jurnal Ulumul Qur’an, no. 6, vol. II.
Kania Rusli. Dkk. 1987. Misteri Manusia, Bandung: Remaja Karya, cet. I.
Armahedi Mahzar. 1983. Integralisme; Sebuah Rekonstruksi Filsafat, bandung: pustaka.

rekonstruksi fiqh mu'ammalah (kajian tekstual muzara'ah mukhabrah)

A. Latar Belakang
Dizaman yang serba-serbi ini, banyak hukum-hukum fiqh klasik yang katanya sudah tidak relevan lagi; dalam artian sudah tidak dipakai oleh masyarakat umumnya. Padahal kalau kita tinjau, hukum-hukum fiqh lebih menekankan kepada kemaslahatan bersama. Sisi hukum fiqh yang cukup urgen yang perlu dikupas lebih lanjut dan banyak terpakai dalam tatanan sosial masyarakat adalah tentang mu’ammalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia yang notabenenya adalah mahkluk sosial tidak mungkin dan tidak bisa lepas dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Dalam ranah sosial ini, banyak sekali ditemui kesenjangan-kesenjangan sosial yang jaraknya makin lama makin melebar; yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin semakin termarginalkan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Banyak dari orang kaya yang memiliki sebidang tanah didesa yang luasnya berhektar-hektar. Bagi kalangan mereka tanah yang luasnya berhektar-hektar itu hanya sekedar untuk investasi kedepan. Yang lebih mengenaskan tanh tersebut terlihat mangkrak (tidak terawat) dan tidak ditanami. Padahal bagi orang desa tanah itu lebih dari hidup mereka.
Melihat realita seperti itu, para ulama’ khalaf sepakat untuk memperbolehkan hukum tentang muzara’ah dan mukhabarah; yang oleh ulama’ salaf dilarang. Para ulama’ khalaf lebih menekankan kemaslahatan yang ditimbulkan bila muzara’ah dan mukhabarah dapat dipraktekkan; bukan sekedar wacana hukum islam yang tertulis dalam kitab-kitab belaka.
B. Pengertian Muzara’ah Dan Mukhabarah
-Pengertian muzara’ah
Muzara’ah yaitu kerjasama antar pemilik sawah/ ladang dan penggarap sawah/ ladang, dengan benih berasal dari pihak pemilik sawah/ ladang.
Kerjasama (akad) muzara’ah ini biasanya dilakukan dalam tanaman yang harga benihnya relatif mahal, seperti: cengkeh, pala, vanili, jeruk manis dan sebagainya.
-Pengertian mukhabarah
Mukhabarah yaitu kerjasama antara pemilik sawah/ ladang dengan penggarap sawah/ ladang (petani). Dengan benih berasal dari pihak penggarap sawah/ ladang (petani).
Dalam kerjasama (akad) mukhabarah ini umumnya dilakukan dalam tanaman yang harga benihnya relatif murah, seperti: padi, jagung, kacang, gandum dan sebagainya.
C. Hukum Muzara’ah Dan Mukhabarah
Hukum asal dari kerjasama (akad) muzara’ah dan mukhabarah adalah mubah. Namun apabila dikhawatirkan adanya unsur kecurangan dari salah satu pihak, maka sebaiknya tidak dilaksanakan.
Landasan hukum diperbolehkannya kerjasama (akad) muzara’ah dan mukhabarah ini adalah hadist Nabi Saw, yang artinya:
“Dari Thawus Ra bahwa ia suka bermukhabarah. Amr berkata: lalu aku katakan kepadanya: “Hai Abu Abdur-Rahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka akan menyangka bahwa Nabi telah melarang mukhabarah”. Lantas Thawus berkata: “Hai Amr, telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas. Bahwa Nabi Saw tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau bersabda: ‘Seseorang memberi manfaat kepada saudaranya, lebih baik daripada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah tertentu’”. (HR. Muslim).
Sedangkan landasan hukum tidak diperbolehkannya kerjasama (akad) muzara’ah dan mukhabarah ini apabila adanya unsur kecurangan dan penipuan dari salah satu pihak didalamnya, yaitu:
Pada suatu hari Zaid Bin Tsabit meriwayatkan, bahwa ada dua orang shahabat dari kalangan Anshar yang sedang bertengkar masalah tanah, kemudian ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi saw. Maka jawaban Nabi saw yang artinya:
“Kalau itu persoalannya, maka janganlah kamu menyewakan tanah”. (HR Abu Dawud).
Sedangkan ijma’ ulama’ salaf adalah apabila seseorang menyerahkan sebidang tanah kepada orang lain supaya ditanami dan berjanji kepadanya akan memberikan sebagian secara jelas hasilnya, maka penyerahan (akad) semacam itu hukumnya tidak boleh. Namun perlu ditekankan kembali bahwa ada juga ulama’ yang memperbolehkan kerjasama (akad) muzara’ah dan mukhabarah, seperti: Imam Nawawi mengikuti pendapat Imam Ibnu Mundzir, yaitu memilih untuk memperbolehkannya. Sedangkan jika seseorang itu menyewakan tanah kepada orang dengan memakai emas/ perak atau si-malik berjanji kepada amil akan memberikan makanan yang dapat diketahui dalam tanggungan malik, maka hukumnya boleh.
D. Syarat Dan Rukun Muzara’ah Dan Mukhabarah
Kalau dilihat secara sekilas; dalam artian dalam pandangan umum, syarat dan rukun muzara’ah dan mukhabarah hampir sama dengan syarat dan rukun musaqah. Pada hakikatnya muzara’ah dan mukhabarah ini memang bentuk kerjasama (akad) yang menspesifikkan bentuk musaqah.
-Syarat muzara’ah dan mukhabarah
1)Akad diketahui dan dilaksanakan dalam bentuk perjanjian (tertulis pen).
2)Tanaman yang dipelihara hendaknya jelas, dapat dilihat dengan mata telanjang.
3)Hendaknya jelas pembagian hasilnya; baik bagi pemilik maupun bagi penggarap (tertera dalam perjanjian tertulis pen).
-Rukun muzara’ah dan mukhabarah
1)Adanya kedua belah pihak, pemilik dan penggarap.
2)Pemilik maupun penggarap adalah orang yang berhak membelanjakan hartanya.
3)Jelasnya kebun yang diolah.
4)Jelasnya tanaman yang akan ditanam.
5)Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya yang masih merupakan bagian dari tanaman yang ditanam.
6)Adanya akad yang jelas (perjanjian tertulis pen).
E. Kewajiban Membayar Zakat Dalam Akad Muzara’ah Dan Mukabarah
Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat, ditekankan kepada orang yang mampu dan harta yang dimiliki sudah mencapai nishab. Dalam bentuk kerjasama muzara’ah dan mukhabarah ini, zakat diwajibkan kepada pihak yang mempunyai benih.
Dalam kerjasama (akad) muzara’ah, zakat diwajibkan kepada pihak pemilik tanah; karena pada hakikatnya pihak inilah yang bertanam dan penggarap hanya mengambil upah kerja.
Sedangkan dalam kerjasama (akad) mukhabarah, zakat diwajibkan kepada pihak penggarap; karena pada hakikatnya pihak inilah yang bertanam dan pemilik tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya.
F. Hikmah Dari Muzara’ah Dan Mukhabarah
1.Terwujudnya kerjasama antara si-kaya dengan si-miskin, sebagai realisasi ukhuwah islamiyah.
2.Memberikan lapangan pekerjaan kepada orang yang tidak mempunyai kebun tetapi punya potensi untuk menggarap kebun dengan baik.
3.Menghindari praktek-praktek pemerasan dari pihak yang kaya terhadap si-miskin.
4.Memberikan harapan bagi penggarap tanah untuk mempunyai penghasilan.
5.Harta tidak hanya beredar diantara golongan orang-orang kaya saja.
F. Analisis
Mau ataupun tidak mau harus diakui hukum tentang muzara’ah dan mukhabarah adalah salah satu diantara beberapa hukum fiqh yang terjadi kontradiksi antara ulama’. Namun demikian dalam memaknai realita sosial yang ada sekarang ini para ulama’ khalaf lebih cenderung untuk memperbolehkan hukum muzara’ah dan mukhabarah.
Bila ditinjau lebih lanjut muzara’ah dan mukhabarah merupakan penspesifikan dari musaqah. Secara sekilas memang keduanya menyangkut dan membehas tentang pemilik tanah dan pengelolanya. Dalam syarat dan rukunnya pun bila memakai sudut pandang umum akan diketemukan kesamaan yang cukup mendasar.
Bila menilik kenapa para ulama’ salaf melarang praktek muzara’ah dan mukhabarah; ternyata para ulama’ salaf ini cenderung menilai bahwa dalam kerjasama muzara’ah dan mukhabarah ini banyak sekali terjadi unsur-unsur penipuan dan kecurangan. Namun pada zaman sekarang ini unsur-unsur tersebut sudah dapat diminimalisir oleh hukum-hukum positif negara indonesia yang notabenenya merupakan negara hukum. Beginilah landasan dasar mengapa para ulama’ khalaf memperbolehkan kerjasama dalam bentuk muzara’ah dan mukhabarah.
Hukum-hukum fiqh memang sebuah hukum yang dibuat dalam ranah horisontal; dalam artian hukum fiqh mengatur hubungan sosial ataupun yang lainnya yang akan selalu mewarnai perjalanan manusia dalam mengarungi samudera kehidupan ini.
G. Kesimpulan
Muzara’ah yaitu kerjasama antar pemilik sawah/ ladang dan penggarap sawah/ ladang, dengan benih berasal dari pihak pemilik sawah/ ladang. Kerjasama (akad) muzara’ah ini biasanya dilakukan dalam tanaman yang harga benihnya relatif mahal, seperti: cengkeh, pala, vanili, jeruk manis dan sebagainya.
Mukhabarah yaitu kerjasama antara pemilik sawah/ ladang dengan penggarap sawah/ ladang (petani). Dengan benih berasal dari pihak penggarap sawah/ ladang (petani). Dalam kerjasama (akad) mukhabarah ini umumnya dilakukan dalam tanaman yang harga benihnya relatif murah, seperti: padi, jagung, kacang, gandum dan sebagainya.
Hukum asal dari kerjasama (akad) muzara’ah dan mukhabarah adalah mubah. Namun apabila dikhawatirkan adanya unsur kecurangan dari salah satu pihak, maka sebaiknya tidak dilaksanakan.
Kalau dilihat secara sekilas; dalam artian dalam pandangan umum, syarat dan rukun muzara’ah dan mukhabarah hampir sama dengan syarat dan rukun musaqah. Pada hakikatnya muzara’ah dan mukhabarah ini memang bentuk kerjasama (akad) yang menspesifikkan bentuk musaqah.
Pada prinsipnya ketentuan wajib zakat, ditekankan kepada orang yang mampu dan harta yang dimiliki sudah mencapai nishab. Dalam bentuk kerjasama muzara’ah dan mukhabarah ini, zakat diwajibkan kepada pihak yang mempunyai benih.
Hukum-hukum fiqh memang sebuah hukum yang dibuat dalam ranah horisontal; dalam artian hukum fiqh mengatur hubungan sosial ataupun yang lainnya yang akan selalu mewarnai perjalanan manusia dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Rokhman Rolly A. & Sri Yayuk Wahyuni. 2005. Fikh X MA. JATIM; MCD KanWil Dept.Ag..
Suparta HM.. 2004. Fiqh. Semarang; Toha Putra.
Abu Imron Amar (Pent). 1983. Fathul Qorib. Kudus; Menara Kudus.
Rasyid Sulaiman. 1981. Fiqh Islam. Cet. ke-18. Jakarta; At-Thohiriyyah.
As Hasby Shiddieqy. 2001. Pengantar Fiqh mu’ammalah. Cet. ke-3. Semarang; Pustaka Rizqi putra.