welcome to the free zone...your expression is amazing...

Minggu, 02 Maret 2008

Nikah beda Agama prespektif yuridis

A. Latar Belakang Masalah
Menikah merupakan ketetapan yang diperuntukkan Allah bagi setiap mahluk-Nya. Allah menciptakan mahluk-Nya berpasang-pasangan; laki-laki dan perempuan. Rasulullah menetapkan nikah sebagai salah satu sunnah rasul. Beliau malah menghimbau bagi umat agar cepat-cepat menikah jikalau sudah siap; baik dalam hal jasmani, rohani maupun dalam hal biayanya.
Pada saat Allah membolehkan pernikahan, di sana mengandung tujuan sebagai cara untuk memperbaiki akhlak. Sehingga dapat membersihkan masyarakat dari akhak yang buruk, lebih menjaga kemaluan, menegakkan masyarakat dengan sistem Islam yang bersih.
Didalam Al-Qur'an terdapat keterangan yang menjelaskan kebolehan menikah dengan Ahli Kitab. Lalu siapakah sebenarnya Ahli Kitab tersebut? Dan apakah orang yang menganut agama-agama (selain Islam) yang ada didunia sekarang ini bisa dikatakan sebagai ahli kitab.
B. Hukum Menikah Menurut Islam
Dalam agama Islam, landasan hukum yang wajib diaati dan diikuti adalah Al-Qur'an, Al-Hadist, Ijma' dan Qiyas. Dalam pembahasan kali ini, hukum dasar menikah menurut kesemua landasan hukum Islam diatas adalah boleh (mubah). Lalu hukum ini bisa menjadi sunnah atau bahkan wajib apabila terdapat kemadlaratan apabila tidak melaksanakan nikah. Jadi sudah ada kejelasan hukum sebagai landasan dasar Sunnatullah dalam kehidupan ini. Allah SWT. menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Adapun hikmah menikah adalah agar menjaga kelangsungan hidup umat manusia. Serta menjaga kemadlaratan yang akan ditimbulkan apabila nafsu tidak dikoordinir dalam bentuk sebuah pernikahan.
C. Siapakah Yang Dimaksud Ahli Kitab
Dalam Al-Quran terdapat kategorisasi golongan musyrik, mukmin dan Ahli Kitab. Orang musyik adalah mereka yang percaya pada adanya Tuhan, tapi tidak percaya pada Kitab Suci dan atau tidak percaya pada salah seorang Nabi. Mereka itu adalah musyrik Mekah dan secara hukum Islam tidak boleh sama sekali dinikahi. Kalau Ahli Kitab, mereka percaya pada salah seorang Nabi dan salah satu Kitab Suci. Yang diistilahkan Al-Quran dalam surat al-Ma’idah adalah orang-orang yang diberikan Kitab. Mereka percaya bahwa itu adalah kitab suci dan yang diutus kepada mereka adalah seorang nabi; maka menikahi mereka itu dibolehkan. Yahudi boleh karena jelas diutus padanya Musa. Umat Nasrani mempunyai nabi Isa. Juga agama yang lain. Itu pendapat sebagian Ulama yang memperbolehkan nikah berbeda agama.
Namun ada juga ulama yang tidak memperbolehkan menikah berbeda agama. Alasan mereka adalah; yang dimaksud ahli kitab didalam ayat Al-Qur'an adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran nabi mereka sebelumnya dan memang mengamalkan setiap syariat kitab nabi mereka tersebut dengan benar. Dan yang harus ditekankan disini adalah kitab nabi tersebut haruslah kitab yang benar-benar otentik. Tidak seperti kitab injil dan zabur sekarang ini yang kesemuanya karangan manusia. Tidak seperti Al-Qur'an yang masih terjaga keotentikannya dari awal pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
D. Hukum Menikah Dengan Ahli Kitab Menurut Agama Islam
Seperti dikemukakan diatas, bahwasannya didalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menerangkan kebolehan menikah dengan ahli kitab.
Yang menjadi permasalahan pelik sekarang ini adalah perbedaan ulama dalam menafsiri arti kalimat "Ahlul Kitab". Tentunya yang kesetiap ulama itu tidak asal-asalan dalam mengemukakan pendapatnya.
E. Hukum Positif Di Indonesia Dalam Mengatur Tentang Pernikahan Berbeda Agama
Dalam Negara yang kita tempati ini ada sebuah landasan hukum positif yang harus ditaati oleh setiap warga negaranya, yaitu UUD '45 dan Pancasila. Negaraa Indonesia memiliki hukum positif dalam mengatur setiap perkara warga negaranya. Dalam hal ini, Negara juga mengatur tentang pernikahan warga negaranya. Pernikahan dalam hukum Negara Indonesia diatur sedemikian rupa demi terjaganya kesejahteraan warganya.
Dalam konteks ini menikah berbeda agama diperbolehkan dalam hukum positif di Indonesia. Selama tidak ada paksaan didalamnya. Dan tidak pula ada persilisihan dalam keluarganya.
F. Dampak Dari Pernikahan Berbeda Agama
Adapun mengenai pengaruh dan dampak yang negatif dari menikahi wanita Ahli Kitab dapat diringkas sebagai berikut:
1.Dampak Negatif Pada Lingkungan Keluarga.
Dampak negatif pada lingkungan keluarga adalah apabila seorang suami memiliki kepribadian yang kuat maka dia akan mampu mempengaruhi sang isteri dan bahkan mungkin akan menjadikan isteri mau memeluk agama Islam. Tetapi kadang kala yang terjadi justru sebaliknya. Kadang-kadang sang isteri tetap berpegang teguh dengan agamanya yang dahulu dan selalu melakukan aktivitas yang dianggap boleh oleh agamanya, seperti minum khamr, makan daging babi dan bebas berteman dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dengan perilaku tersebut, seorang wanita dan keluarga muslim akan retak dan berantakan serta anak keturunannya akan hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kemungkaran. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kebaikan dan keselamatan.
Bahkan problem tersebut kadangkala akan bertambah lebih buruk apabila sang isteri yang fanatik (terhadap agamanya) sengaja dan tetap bandel mengajak putra-putrinya menemaninya ke gereja, lalu memperlihatkan kepada mereka bagaimana cara-cara ibadah para pendeta. Apalagi jika mereka sampai memperhatikan semua itu. Barang siapa yang tumbuh bersama sesuatu, ia pasti akan tercampuri oleh sesuatu itu.
2.Dampak Negatif Pada Lingkungan Masyarakat.
Banyaknya wanita-wanita Ahli Kitab yang hidup di lingkungan masyarakat muslim merupakan persoalan yang amat berbahaya. Dan yang lebih berbahaya lagi dari semua itu adalah jika kondisi itu muncul dengan terencana.
Adapun bahayanya pada lingkungan masyarakat adalah menyebabkan kemunduran umat Islam –ini memang nyata dan telah terbukti- dan semakin memajukan taraf hidup umat Nashrani. Dalam kondisi seperti ini, mereka sebenarnya adalah kurir-kurir pasukan ghazwul fikr (perang pemikiran) yang sangat berbahaya di dalam tubuh umat Islam dan akan mengusung hal-hal buruk lainnya seperti budaya hidup bebas tanpa batas, kebobrokan moral dan kebiasaan-kebiasaan kaum Nashrani yang sehari-hari mereka kerjakan.
Hal ini diawali dengan kebiasaan ikhtilath (bercampur baur) antara laki-laki dan perempuan dengan diiringi munculnya pakaian-pakaian yang membuka aurat, baik terbuka seluruhnya, separoh ataupun pakaian mini. Bahkan tidak jarang kebiasaan-kebiasaan ini akan merembet kepada tari-tarian model barat, makan dengan tangan kiri, dan memberikan ucapan penghormatan dengan bahasa Perancis maupun Inggris.
Demikianlah, apalagi dampak negatifnya pada aspek politik, pasti lebih dahsyat lagi. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh Safar Aster tentang kisah seorang wanita Yahudi yang menikah dengan raja Persia. Dia banyak membantu penyebaran keturunan Yahudi di Persia. Sehingga ketika perdana menteri Persia, Haman, hendak mengambil tindakan kepada kaum Yahudi, dia malah membuat propaganda di hadapan raja seolah-olah masalah yang ada adalah sang perdana menteri hendak memberontak. Sehingga ketika datang hari akan dilaksanakan hukuman, justru sang perdana menteri yang di gantung di tempat tiang gantungan yang sebenarnya dipersiapkan untuk orang-orang Yahudi Mardakhai. Lalu bersama sang perdana menteri ini ikut digantung pula para tentara sebanyak 75.000 (tujuh puluh lima ribu) pada tanggal 16 bulan Adzar. Sehingga kemudian hari pada tanggal 14 bulan Adzar menjadi salah satu hari raya resmi kaum Yahudi.
Ini adalah sebagian kecil dari dampak negatif menikah dengan wanita Ahli Kitab.
Hikmah diperbolehkannya seorang Muslim menikahi wanita Ahli Kitab adalah:
Mungkin ada seseorang yang bertanya seraya berkata : “… pengaruh negatif menikahi wanita Ahli Kitab ini senatiasa ada , tetapi kenapa Islam membolehkan hal tersebut dan tidak mengharamkannya?”
Kami katakan, hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon taufiq-Nya, sesungguhnya seorang muslim wajib mengikuti perintah-perintah-Nya, baik ia mengetahui hikmah yang ada di dalamnya ataupun tidak mengetahuinya.
Adapun hikmah dibolehkannya menikahi wanita Ahli Kitab bagi seorang muslim. Para ulama telah mengungkapkan sebagian dari hikmah tersebut, di antaranya yaitu:
[1]. Ahli Kitab adalah sekelompok manusia yang paling dekat kepada petunjuk manakala mereka disodori bukti-bukti dan dijelaskan jalannya. Apabila seorang wanita Ahli Kitab memiliki suami muslim yang memperlakukannya dengan baik, maka dia akan mendapatkan keadilan Islam yang tampak di hadapannya setiap hari dan selalu akan bertambah di matanya. Dengan demikian, bisa jadi cahaya Islam akan terserap ke dalam hatinya, sehingga dia mau memeluk agama Islam yang lurus. Inilah yang sebenarnya kita inginkan agar dia dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
[2]. Sangat mungkin salah seorang muslim jatuh cinta dan tergila-gila kepada wanita non muslimah. Kemudian ia akan cenderung melakkan perbuatan haram tatkala segala pintu untuk mencapai tujuannya telah tertutup dan terkunci. Demikian pula, sangat mungkin salah seorang muslim tinggal di sebuah wailayah yang tidak ada seorang muslimah pun, sedang ia khawatir akan dirinya dan nasib keturunannya jika tetap membujang. Hal itu sangat wajar bila pintu rukhshah (keringanan) dibuka sampai batas tertentu dalam kasus-kasus seperti ini, tidak sebagaimana biasanya. Akhirnya, Allah membuka pintu rukhshah ini, namun tetap memperhatikan kaidah : “Sesungguhnya kemaslahatan masyarakat tidak akan tercipta kecuali dengan meminimalkan dampak buruk yang mungkin timbul.
[Disalin dari kitab Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah, Penulis Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi, edisi Indonesia Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?, Penerbit At-Tibyan, Penerjemah Mutsana Abdul Qahhar]
F. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan:
Ahli Kitab adalah mereka percaya pada salah seorang Nabi dan salah satu Kitab Suci. Yang diistilahkan Al-Quran dalam surat al-Ma’idah adalah orang-orang yang diberikan Kitab. Mereka percaya bahwa itu adalah kitab suci dan yang diutus kepada mereka adalah seorang nabi; maka menikahi mereka itu dibolehkan. Yahudi boleh karena jelas diutus padanya Musa. Umat Nasrani mempunyai nabi Isa. Juga agama-agama yang lain. Itu pendapat sebagian Ulama yang memperbolehkan nikah berbeda agama.
Namun ada juga ulama yang tidak memperbolehkan menikah berbeda agama. Alasan mereka adalah; yang dimaksud ahli kitab didalam ayat Al-Qur'an adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran nabi mereka sebelumnya dan memang mengamalkan setiap syariat kitab nabi mereka tersebut dengan benar. Dan yang harus ditekankan disini adalah kitab nabi tersebut haruslah kitab yang benar-benar otentik. Tidak seperti kitab injil dan zabur sekarang ini yang kesemuanya karangan manusia.
Didalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menerangkan kebolehan menikah dengan ahli kitab.
Yang menjadi permasalahan pelik sekarang ini adalah perbedaan ulama dalam menafsiri arti kalimat "Ahlul Kitab". Tentunya yang kesetiap ulama itu tidak asal-asalan dalam mengemukakan pendapatnya.
Adapun mengenai pengaruh dan dampak yang negatif dari menikahi wanita Ahli Kitab dapat diringkas sebagai berikut:
1.Dampak Negatif Pada Lingkungan Keluarga.
2.Dampak Negatif Pada Lingkungan Masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Habieb, Abu Sa'id. (Penrj) Mahfudz, Sahal KH & Bisri, Musthafa KH. 2003. Persepakatan Ulama' Dalam Hukum Islam "Ensiklopedia Islam". Cet II. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Jaiz, Hartono Ahmad (Penys). 2004. Mengkritisi Debat "Fikih Lintas Agama". Cet II. Jakarta: Pustaka Al-Kaustar.
Saekan & Effendi, Erniati. 1997. Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Cet I. Surabaya: Arkola.
Http://Islamlib.Com/Id/Index.Php?Page=Article&Id=224
Http://Almanhaj.Or.Id/Index.Php?Page=Article&Id=220 Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi. (Penrj) Mutsana Abdul Qahhar. Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah. Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?. At-Tibyan.

psikologi pembelajaran

I. Psikologi
A.Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Ditinjau dari arti katanya, psiklogi dapat diartikan ilmu yang mempelajari jiwa. Psikologi mempelajari perilaku sebagai manifestasi jiwa. Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas sebagai manifestasi hayati (hidup) yang meliputi jenis motorik, kognitif, konatif, dan efektif. Perilaku motorik adalah perilaku dalam bentuk gerakan seperti berjalan, berlari, duduk, dsb. Perilaku kognitif ialah perilaku dalam bentuk bagaimana individu mengenal alam di sekitarnya seperti pengamat-an, berfikir, mengingat, mencipta, dsb. Perilaku konatif adalah perilaku yang berupa dorongan dari dalam individu, misalnya kemauan, motif, kehendak, nafsu, dsb. Perilaku afektif ialah perilaku dalam bentuk perasaan atau emosi, seperti senang, nikmat, gembira, sedih, cinta, dsb. Kesemua jenis perilaku itu merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
B.Pendekatan Psikologi
Dalam pengkajian terhadap perilaku, terdapat berbagai jenis pendekatan dalam memberikan penjelasan mengenai apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu.
Pendekatan behaviorisme, lebih mengutamakan hal-hal yang nampak dari individu. Menurut pendekatan ini, perilaku itu adalah segala sesuatu yang dapat diamati oleh alat indra kita sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Disebut sebagai teori S-R (teori stimulus-response). Tokoh psikologi dalam pendekatan ini antara lain: Watson, Skinner, Pavlov, dan Thorndike.
Pendekatan psikoanalisa, lebih mengutamakan hal-hal yang berada di bawah kesadaran individu. Pendekatan ini menganggap bahwa perilaku individu dikontrol oleh bagian yang tidak sadar. Tokoh Psikoanalisa ialah Sigmund Freud, yang mengatakan bahwa kepribadian terdiri atas tiga unsur, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Semua perilaku digerakkan oleh kekuatan libido.
Pendekatan kognitif, menjelaskan bahwa perilaku itu sebagai proses internal (di dalam). Pendekatan ini menganggap bahwa perilaku merupakan suatu proses input-output yaitu penerimaan dan pengolahan informasi, untuk kemudian menghasilkan keluaran.
Pendekatan humanistik, lebih menekankan pada martabat kemanusiaan pada individu yang berbeda dengan hewan dan makhluk lainnya. Menurut pendekatan ini, manusia sudah sejak awalnya mempunyai dorongan untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia di lingkungannya.
Pendekatan Neurobiologi, yang mengaitkan perilaku individu dengan kejadian-kejadian di dalam otak dan sistem syaraf. Menurut pendekatan ini, perilaku seseorang amat tergantung pada kondisi otak dan sistem syarafnya. Apabila otak dan syaraf terganggu, maka perilaku akan terganggu pula.
C.Jenis-Jenis Psikologi
Sebagai ilmu pengetahuan, psikologi telah banyak dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Kemudian timbul berbagai cabang-cabang psikologi yang mengkaji perilaku dalam situasi yang khusus, baik untuk tujuan teoritis maupun praktis. Ada psikologi umum (general psychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya, dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus.
Beberapa jenis psikologi khusus antara lain:
-Psikologi perkembangan, yang mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan sejak kehidupan dimulai (konsepsi) sampai akhir kehidupan (mati).
-Psikologi sosial, yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi sosial.
-Psikologi abnormal, yang mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
-Psikologi komparatif, yang mengkaji perbandingan perilaku manusia dengan perilaku binatang.
-Psikologi diferensial, yang mengkaji perbedaan perilaku antar individu.
-Psikologi kepribadian, yang mengkaji perilaku individu secara khusus dari aspek kepribadiannya.
-Psikologi pendidikan, yang mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan.
-Psikologi industri, yang mengkaji perilaku individu dalam kaitan dengan dunia industri.
-Psikologi klinis, yang mengkaji perilaku individu untuk keperluan klinis atau penyembuhan.
-Psikologi kriminal, yang mengkaji perilaku individu dalam situasi kriminal.
-Psikologi militer, yang mengkaji perilaku individu dalam situasi kemiliteran.
D.Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan, ialah cabang psikologi yang secara khusus mengkaji berbagai perilaku individu dalam kaitan dengan situasi pendidikan. Tujuan psikologi pendidikan ialah menemukan berbagai fakta, generalisasi, dan teori psikologis yang berkaitan dengan pendidikan untuk digunakan dalam upaya melaksanakan proses pendidikan yang efektif. Beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan itu, upaya menciptakan pendidikan yang efektif antara lain :
-Apa yang menjadi tujuan pendidikan? Bagaimana merumuskannya?
-Bagaimana memilih dan menetapkan isi pendidikan / pengajaran?
-Bagaimana memilih metode mendidik/mengajar secara tepat?
Beberapa konsep psikologi yang banyak memberikan kontribusi dalam pendidikan adalah antara lain : Prinsip-prinsip dan teori pembelanjaan, Perbedaan individu, Pertumbuhan dan perkembangan, Dinamika perilaku, Penyesuaian diri dan kesehatan mental, Proses dan kegiatan psikologis, Penilaian dan pengukuran pendidikan, Perilaku-perilaku social, Personaliti (kepribadian)
E.Peranan Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran
Dalam lingkup yang lebih khusus (terutama dalam ruang kelas) psikologi pendidikan banyak memusatkan pada psikologi pembelajaran dan pengajaran. Hal ini mengandung makna bahwa psikologi mempunyai peranan yang besar dalam proses pembe¬lajaran dan pengajaran.
Beberapa peranan tersebut antara lain dalam:
1.Memahami siswa sebagai pelajar (perkembangannya, tabiat, kemampuan, kecerdasan, motivasi, minat, fisik, pengalaman, kepribadian, dsb)
2.Memahami prinsip-prinsip dan teori pembelajaran
3.Memilih metode-metode pembelajaran dan pengajaran
4.Menetapkan tujuan pembelajaran dan pengajaran
5.Menciptakan situasi pembelajaran dan pengajaran yang kondusif
6.Memilih dan menetapkan isi pengajaran
7.Membantu siswa-siswa yang mendapat kesulitan pembelajaran
8.Memilih alat bantu pembelajaran dan pengajaran
9.Menilai hasil pembelajaran dan pengajaran
10.Memahami dan mengembangkan kepribadian dan profesi guru
11.Membimbing perkembangan siswa.

II. Pembelajaran
A.Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut di atas ialah : Pertama, pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.Perubahan yang disadari, artinya individu yang melakukan proses pembelajaran menyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya telah bertambah, ia lebih yakin terhadap dirinya, dsb.
b.Perubahan yang bersifat kontinu (berkesinambungan}. Peru¬bahan perilaku sebagai hasil pembelajaran akan berlangsung secara berkesinambungan, artinya suatu perubahan yang telah terjadi, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lain.
c.Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan yang telah diperoleh sebagai hasil pembelajaran memberikan manfaat bagi individu yang bersangkutan.
d.Perubahan yang bersifat positif, artinya terjadi adanya pertambahan perubahan dalam diri individu.
e.Perubahan yang bersifat aktif, artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi melalui aktivitas indi¬vidu.
Kedua, hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan peri¬laku secara keseluruhan. Perubahan perilaku itu meliputi aspek-aspek perilaku kognitif, konatif, afektif atau motorik.
Ketiga, pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan.
Keempat, pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu.
B.Pengertian Pembelajaran dan Pengertian Lain
Pembelajaran merupakan proses perubahan perilaku ini mempunyai keterkaitan dengan pengertian lain yang juga menggambarkan adanya peru-bahan lain.
1.Belajar dan pertumbuhan, perkembangan, kematangan
Dalam proses pertumbuhan, perkembangan, dan kematang¬an, akan terjadi perubahan perilaku. Proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif apabila ada persesuaian dengan proses pertumbuhan, perkembangan dan kema¬tangan.
2.Pembelajaran dan menghafal
Antara pembelajaran dan menghafal terdapat keterkaitan satu dengan lainnya. Menghafal hanya salah satu aspek saja dari perilaku kognitif, dan belum mencakup perilaku lainnya. Orang yang hafal tentang sesuatu belum tentu memahaminya, atau cakap melakukannya. Akan tetapi proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila disertai dengan aktivitas menghafal.
3.Pembelajaran dan latihan
Pembelajaran mempunyai keterkaitan dengan latihan meskipun tidak identik. Pembelajaran akan lebih berhasil apabila disertai dengan latihan-latihan yang teratur dan terarah.
4.Pembelajaran dan studi
Dalam aktivitas studi, perubahan perilaku yang terjadi adalah aspek pengetahuan (knowledge) dan pemahaman (under-standing). Jadi, aktivitas studi merupakan sebagian dari aktivitas pembelajaran secara keseluruhan.
5.Pembelajaran dan berfikir
Berfikir adalah merupakan suatu proses kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi. Orang tidak mungkin berfikir tanpa belajar, dan tidak mungkin belajar tanpa berfikir.

III. PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
A.Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran ialah proses individu mengubah perilaku dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Hal ini mengandung arti bahwa individu akan melakukan kegiatan belajar apabila ia menghadapi situasi kebutuhan. Secara keseluruhan, proses pembelajaran akan merupakan suatu rangkaian aktivitas sebagai berikut:
Pertama, individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang ingin dicapai.
Kedua, kesiapan (readiness) individu untuk memenuhi kebu¬tuhan dan mencapai tujuan.
Ketiga, pemahaman situasi. Yang dimaksud dengan pemahaman situasi yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan individu dan mempunyai hubungan dengan aktivitas individu dalam meme¬nuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya.
Keempat, menafsirkan situasi, yaitu bagaimana individu melihat kaitan berbagai aspek yang terdapat dalam situasi.
Kelima, tindak balas (respon). Dalam fase ini, individu mela¬kukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan sesuai dengan yang telah dirancangkannya dalam fase ketiga dan keempat.
Keenam, akibat (hasil) pembelajaran. Dalam fase ini individu akan memperoleh umpan balik dari apa yang telah dilakukannya.
B.Hasil Pembelajaran
Hasil proses pembela¬jaran ialah perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan motorik. Lindgren (1968) menyebutkan bahwa isi pembelajaran terdiri atas: (1) kecakapan, (2) informasi, (3) pengertian, dan (4) sikap. Benyamin Bloom (1956) menyebutkan ada tiga kawasan perilaku sebagai hasil pembelajaran, yaitu: (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor. Sedangkan pakar lain yaitu R.M. Gagne (1957, 1977) mengemukakan bahwa hasil pembela¬jaran ialah berupa kecakapan manusiawi (human capabilities] yang meliputi: (I) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, yang terdiri dari: (a) diskriminasi, (b) konsep konkrit, (c) konsep abstrak, (d) aturan, dan (e) aturan yang lebih tinggi; (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.
C.Jenis-jenis Pembelajaran
Dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas pembelajaran yang dilakukan individu akan bermacam-macam jenisnya, tergantung kepada kebutuhannya, tujuannya, apa yang dipelajarinya, cara melakukan aktivitas pembelajaran, sifatnya peringkat perkembangannya, dsb.
Dari aspek pembelajaran yang akan dicapai, kita dapat membedakan jenis-jenis sebagai berikut: (1) pembelajaran keterampilan, (2) pembelajaran sikap, (3) pembelajaran pengetahuan, dsb. Gagne membagi delapan jenis pembelajaran mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, yaitu:
1.Signal Learning atau pembelajaran melalui isyarat.
2.Stimulus response learning atau pembelajaran rangsangan tindak balas.
3.Chaining leamingatau pembelajaran melalui perantaian.
4.Verbal association learning atau pembelajaran melalui perkaitan verbal.
5.Discrimination learning atau pembelajaran dengan membeda-bedakan.
6.Concept learning atau. pembelajaran konsep.
7.Rule learning atau pembelajaran menurut hukum (aturan).
8.Problem solving learning atau pembelajaran melalui penye-lesaian masalah.
Dari sifatnya, dibedakan antara pembelajaran formal, pembe¬lajaran informal, dan pembelajaran non-formal.
Dari caranya, individu memperoleh rangsangan, ada jenis (1} visual yaitu individu yang lebih efektif pembelajarannya apabila menerima rangsangan melalui alat indera penglihatan, (2) auditif, yaitu individu yang lebih efektif pembelajarannya apabila menerima rangsangan melalui alat indera pendengaran, (3) kinestetik, yaitu individu yang lebih efektif proses pembelajarannya melalui perg-erakan, dan (4) taktik, yaitu individu yang lebih efektif pembelajar¬annya melalui penciuman atau perabaan.

IV. TEORI-TEORI PEMBELAJARAN (I)
A.Peranan Teori Dalam Pembelajaran dan Pengajaran
Mempelajari teori pembelajaran mempunyai beberapa kepen-tingan, baik aspek individu maupun masyarakat. Dari segi individu, pembelajaran merupakan salah satu upaya individu untuk meme¬nuhi kebutuhan hidup, sehingga memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan efektif. Dari segi masyarakat, pembelajaran merupa¬kan kunci dalam pemindahan kebudayaan dari satu generasi ke generasi baru. Dengan pembelajaran, dimungkinkan adanya pene-muan baru dan pengembangan dari hasil generasi lama.
Teori merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan. Karakteristik suatu teori ialah : (a) memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi, dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian, dan (b) memiliki prinsip-prinsip yang dapat diuji.
Fungsi teori pembelajaran dalam pendidikan adalah:
1.Memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pengajaran.
2.Menilai hasil-hasil yang telah dicapai untuk digunakan dalam ruangkelas.
3.Mendiagnosis masalah-masalah dalam ruang kelas.
4.Menilai hasil penelitian yang dilaksanakan berdasarkan teori -teori tertentu.
B.Teori Pembelajaran Behaviorisme
Behaviorisme berpendapat bahwa perilaku terbentuk melalui perkaitan antara rangsangan (stimulus) dengan tindak balas (respons). Teori behaviorisme dibedakan antara teori pelaziman klasik (clasical conditioning), dan teori pelaziman operan (operant conditioning).
1.Teori Pelaziman Klasik.
Teori pelaziman klasik dipelopori oleh IP Pavlov, seorang ahli fisiologi dari Rusia. Pavlov mengemukakan beberapa konsep atau prinsip pembelajaran, yaitu:
a.Excitation (pergetaran
Konsep ini menyatakan bahwa suatu rangsangan tak terlazim atau alami dapat membangkitkan reaksi sel-sel tertentu, sehingga dapat menghasilkan tindak balas.
b.Irradiation (penularan)
Yaitu terjadinya reaksi dari sel-sel lain yang berada di sekitar kawasan sel-sel yang berkenaan dengan rangsangan tak terlazim.
c.Stimulus generalization (generalisasi rangsangan)
Yaitu keadaan di mana organisma (individu) memberikan tindak balas yang sama terhadap rangsangan tertentu yang memiliki kesamaan walaupun tidak serupa.
2.Teori Pelaziman Operan : Thorndike
Sebagai pelanjut dari kajian Pavlov ialah Edward Thorndike. Seperti halnya kajian Pavlov, Thorndike melakukan kajian yang menuntut reaksi perilaku dari subjek percobaannya. Perbedaanya ialah bawa perilaku yang dikaji oleh Thorndike tidak pada reflex tetapi pada perilaku.
Thorndike menambahkan lima macam hukum pembelajaran lagi yang disebutnya sebagai hukum-hukum minor. Kelima hukum ter¬sebut ialah:
Pertama, hukum gerak tindak aneka (multiple response), yaitu hukum yang menyatakan bahwa dalam satu rangsangan dapat menghasilkan beraneka tindak balas.
Kedua, hukum sikap atau keadaan awal (attitudes dispositions or state), yaitu yang menyatakan bahwa kondisi individu pada awal pembelajaran akan mempengaruhi proses pembelajaran.
Ketiga, hukum kemampuan memilih hal-hal penting (partial or piecemeal activity of a situation), yaitu kemampuan seorang pelajar memilih hal-hal yang dianggap penting dari suatu keadaan dan ber-tindak sesuai dengan apa yang dipandang penting.
Keempat, hukum tindak balas melalui analog! (assimilation of response by analogy), yaitu kemampuan individu untuk melakukan tindak balas dalam situasi yang baru dengan menggunakan tindak balas yang telah dimilikinya, dengan penyesuaian seperlunya.
Kelima, hukum perpindahan berkait (associative shifting), yaitu menggantikan atau melanjutkan suatu rangsangan, sehingga tin¬dak balas bersesuaian dengan rangsangan baru.
3.Teori Pelaziman Operan: Skinner
Skinner melanjutkan teori pelaziman operan. Asumsi dasar teori Skinner ialah bahwa perubahan perilaku itu adalah fungsi daripada kondisi dan peristiwa lingkungan. Dalam teori Skinner ini, prinsip peneguhan (reinforcement) memegang peranan yang penting dalam mewujudkan tindak balas baru. Ada dua macam peneguhan, yaitu peneguhan positif dan peneguhan negatif. Teori Skinner ini banyak diterapkan dalam bidang pendidikan formal terutama dalam metode dan teknologi pengajaran. Dalam mengembangkan suasana kelas yang positif, teori Skinner menyaran-kan peringkat-peringkat sebagai berikut: (1) menganalisis keadaan , lingkungan kelas, (2) mengembangkan hal-hal yang dapat menjadi peneguhan positif, (3) memilih perilaku-perilaku pembelajaran yang akan diterapkan dalam kelas, (4) menerapkan perilaku pembelajar¬an, dengan memberikan pengendalian untuk mencatat dan menye-suaikan kalau diperlukan.

V. TEORI-TEORI PEMBELAJARAN (2)
A.Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget)
Perkembangan kognitif bertujuan : (1) memisahkan kenyataan yang sebenarnya dengan fantasi, (2) menjelajah kenyataan dan menemukan hukum-hukumnya, (3), memilih kenyataan-kenyataan yang berguna bagi kehidupan, (4) menentukan kenyataan yang sesungguhnya di balik sesuatu yang nampak.
Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan antara individu dengan lingkungan melalui dua proses yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi ialah proses penataan segala Sesuatu yang adadi lingkungan, sehingga menjadi dikenaloleh individu. Adaptasi ialah proses terjadinya penyesuaian antara individu dengan lingkungan. Adaptasi terjadi dalam dua bentuk yaitu asimilasi dan akomodasi.
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, yang berlangsung melalui empat peringkat, yaitu:
Peringkat sensori motor
Peringkat pre - operational
Peringkat concrete operational
Peringkat formal operational : 0- 1,5 tahun
: 1,5-6 tahun
: 6- 12 tahun
: 12 tahun ke atas
Peringkat sensori-motor (0 - 1,5 tahun), aktivitas kognitif berpusat pada aspek alat indera (sensori) dan gerak (motor).
Peringkat pre-operational (1,5-6 tahun), anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalani menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Cara berfikir anak pada peringkat ini ditandai dengan ciri-ciri: (a) tranductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif dan deduktif tetapi tidak logis, (b) ketidakjelasan hubungan sebab akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab akibat secara tidak logis, (c) animism, yaitu menganggap bahwa se-mua benda itu hidup seperti dirinya, (d) artificialism, yaitu ke-percayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia, (e) perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu beradasarkan apa yang ia lihat atau dengar, (f) mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawab-an dari persoalan yang dihadapinya, (g) centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya, (h) egocentrism, artinya anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya sendiri.
Peringkat concrete operational (6-12 tahun), anak telah dapat membuat pemikiran tentang situasi atau hal konkrit secara logis.
Peringkat formal operational, (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan individu untuk berfikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari perkara yang sempit. Perkembangan kognitif pada pering¬kat ini merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat yang lebih tinggi. Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam peng-ajaran, antara lain:
a.Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.
b.Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
c.Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembangnnya.
e.Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
B.Teori Pembelajaran Sosial-kognitif (Albert Bandura)
Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Bandura disebut teori pembelajaran sosial-kognitif dan disebut pula sebagai teori pembelajaran melalui peniruan. Berdasaran pada tiga asumsi, yaitu: pertama, bahwa individu melakukan pembela¬jaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. Asumsi yang kedua, ialah terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Asumsi yang ketiga, ialah bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut sosial-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sosial.
Proses pembelajaran menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsur) yaitu: (1) perilaku model (contoh), (2) pengaruh perilaku model, dan (3) proses internal pelajar. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungan-nya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, penga-laman, cita-cita, tujuan, dsb.) maka perilaku itu akan ditiru. Fungsi perilaku model ialah (1) untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu, (2) untuk mernperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada, (3) untuk memindahkan pola-pola perilaku yang baru.

pendidikan islam menurut ibnu khaldun

A. Latar Belakang Masalah
Kekayaan literatur ilmu pengetahuan mulai berkembang dalam Islam pada masa bani Abbasiyah. Dimana ketika itu lahirlah tokoh-tokoh Islam yang melahirkan banyak disiplin ilmu baru bagi peradaban dunia. Dapat diambil contoh: Ibnu Shina yang menjadi penemu disiplin ilmu kimia dan kedokteran, Al-Jabbar sebagai penemu Matematika; lalu Ibnu Khaldun yang menggagas ilmu Ekonomi,Sosiologi dan metode pendidikan dalam Islam.
Apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya kodifikasi ilmu yang dilakukan oleh orang barat merupakan jiplakan dari literatur ilmu Islam. Oleh orang barat Ibnu Shina disebut dengan nama yang berbau "kebarat-baratan", yaitu Averous. Dan masih banyak contoh lainnya.
Yang lebih parahnya lagi ketika sebuah institusi yang notabenenya bernafaskan dan bernuansa Islam seperti PTAI/ STAI/ UI dan sebagainya mengambil dan merujuk referensi literatur ilmu dari barat. Para mahasiswa akan merasa lebih gagah apabila mengadopsi pendapat/ pemikiran dari tokoh barat seperti Adam Smith ketimbang tokoh Islam seperti Ibnu Khaldun ketika membahas dan mendiskusikan disiplin ilmu ekonomi.
Seharusnya kita sebagai umat Islam malu; kenapa kita yang dahulunya bisa mengangkangi orang barat sekarang malah merujuk dan membuntut pada mereka baik dalam khasanah keilmuan maupun budaya dan peradaban.
Dalam hal ini kami akan membahas sedikit tentang Ibnu Khaldun; tokoh Islam yang memberikan sumbangsih dalam pendidikan Islam. Yang nantinya akan lebih mengarah pada biografi dan metode pembelajaran beliau.
B. Biografi Ibnu Khaldun
Abdul Rahman Abu Zaid Waliyu ad-Din Ibn Khaldun, itulah nama asli dari Ibnu Khaldun. Dia adalah cendikiawan dan ilmuwan Muslim yang fenomenal sebelum Auguste Comte hingga sekarang.
Nama Abu Zaid di ambil dari nama ayahnya, karena kebiasaan bangsa Arab jika tidak mengetahui nama asli yang sebenarnya maka akan memanggil dengan nama ayahnya. Sedangkan Waliyu ad-Din adalah sebuah gelar setelah beliau menjabat sebagai hakim di Mesir. Dan nama Ibnu Khaldun diambil dari nama kakeknya yaitu Khalid bin 'Utsman.
Ibnu Khaldun dilahirkan di bagian utara benua Afrika yaitu Tunisia, di saat shubuh tanggal 1 Ramadhan 237 H bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Beliau dilahirkan Di salah satu rumah pada lorong kecil di kawasan pasar lama, ibu kota Tunis, Di situlah keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol. Keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Yaman, yang kemudian pindah ke Andalusia (Spanyol). Ketika keluarga Ibnu Khaldun mulai merasa akan semakin dekat jatuhnya kerajaan Andalusia ke tangan Spanyol pada tahun 1248, mereka keluar menuju Melilia-Maroko, lalu pergi ke Tunisia pada masa kekuasaan Abi Zakariya Hafsid pada tahun 1228-1249.
Semenjak kecil beliau telah hafal al-Qur'an. Selama masa kecilnya itu beliau secara langsung dididik oleh ayahnya sendiri. Pada waktu remaja Ibnu Khaldun belajar di masjid Zaitunnah yang terletak disamping rumahnya. Masjid ini sebagai pusat keruhanian dan keilmuan di Tunis sebelum adanya Universitas al-Azhar di Kairo yang didirikan pada dinasti Fatimiyyah. Di masjid inilah Ibnu Khaldun mendapatkan keilmuan yang sangat banyak diantaranya mempelajari qiro'ah seperti qiro'ah Sab'ah dan qiro'ah ya'qub, mempelajari ilmu hukum Islam dari tafsir Qur'an, Hadits, dan Fiqih madzhab Maliki, dan sebagainya.
Ibnu Khaldun mempunyai keahlian menulis huruf Arab dengan baik, tulisannya sangat terkenal sekali di kalangan para pejabat negara. Oleh karena itu Ibnu Khaldun sering diperintah oleh pemerintah untuk menulis surat yang akan dikirim ke pemerintahan yang lainnya. Dari sinilah Ibnu Khaldun mulai memasuki dunia politik. Pengalamannya berkhidmat kepada pemerintah dimulai dari Afrika Utara hingga Andalusia. sehingga Ibnu Khaldun banyak sekali orang yang suka dan tak lepas pula orang yang benci kepadanya. Akibat dari kebencian itu, pada akhirnya beliau difitnah dan dimasukan kedalam penjara.
Setelah keluar dari penjara, Ibnu Khaldun mulai berkonsentrasi pada bidang penulisan dan penelitian. Beliau juga melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-'Ibar (tujuh jilid) yang telah beliau revisi dan ditambah bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab "al-'Ibar wa Diwanul Mubtada' awil Khabar fi Ayyamil 'Arab wal 'Ajam wal Barbar wa Man 'Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar".
Pada umurnya yang ke 36 tahun Ibnu Khaldun mulai menulis fenomena masyarakat yang ditulis dalam karya agungnya "Muqoddimah Ibnu Khaldun". Pemikiran Ibnu Khaldun sangat relevan pada saat sekarang ini. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan gejala-gejala sosial dengan metode-metodenya yang masuk akal, yang dapat kita lihat bahwa beliau menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan al-Qur'an yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.. Oleh kerena itu pendidikan al-Qur'an dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman beliau.
Itulah kunci keberhasilan Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
C. Metode Pembelajaran Ibnu Khaldun
Menurut beliau, pengajaran al-Qur'an patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain. Karena didalam al-Qur'an mencakup segala bentuk ilmu pengetahuan; dan karena al-Qur'an merupakan pedoman yang harus menjadi pegangan hidup. Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam pembelajaran, disamping juga harus belajar ilmu-ilmu lainnya.
Ibnu Khaldun memberi perhatian yang cukup besar terhadap ahlak dalam pembelajaran. Ibnu Khaldun menganjurkan kepada para guru/ pendidik dalam memberikan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.Menganjurkan kepada para pendidik agar mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan metode yang baik dan memberitahukan kepada mereka akan manfaatnya.
2.Tidak mengajar dengan sikap yang kasar dan kata-kata kotor/ kata-kata tidak pantas.
3.Pendidik hendaknya bersikap sopan dan bijak terhadap muridnya.
Ibnu Khaldun menyatakan pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat yang baik, seperti sifat lemah lembut, menjadi uswatun hasanah, memperhatikan keragaman anak didiknya, mengisi waktu luang dengan perbuatan yang bermanfaat, selalu meningkatkan profesionalitas dan wawasan yang luas.
Dalam pembelajaran, guru hendaknya tidak memberikan materi yang sulit terlebih dahulu dari ilmu yang dipelajari peserta didik. Apapun dalih dan alasannya hal tersebut tidak memberi manfaat bagi siswa. Menurut Ibnu Khaldun memberi pelajaran awal dengan sesuatu yang sulit akan menjadikan siswa bingung.
Anak didik tidak akan mampu menerima hal-hal yang sulit selama belum ada latihan dan dasar ilmu yang mendukung. Tetapi apabila anak didik sudah dilatih dan diberi konsep ilmu tersebut secara terus menerus dan terlatih maka pelajaran yang sulit bukan merupakan hambatan bagi peserta didik; di sisi lain, siswa tidak akan bosan.
Demikian juga dalam mengajarkan ilmu kepada siswa hendaknya dilakukan dengan berangsur-angsur. Ibu Khaldun mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang diberikan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah.
Dengan adanya metode bertahap, maka akan memberi kesempatan kepada otak anak didik untuk berfikir dan menyimpan informasi yang mereka peroleh dari pendidiknya; di sisi lain, dalam otak siswa akan terjalin semacam endapan memori pengetahuan yang tersusun secara teratur. Pada akhirnya akan membentuk suatu pengetahuan yang utuh. Keutuhan pengetahuan tersebut di dapatkan siswa dari pembelajaran yang bertahap dan berangsur-angsur yang diterimanya. Ilmu pengetahuan yang berangsur-angsur tersebut membentuk sebuah kerangka bangunan yang utuh, yang pada akhirnya menjadi bangunan ilmu yang lengkap.
Menurut Ibnu Khaldun dalam pembelajaran ada hal penting yang perlu menjadi perhatian guru yaitu:
1.Guru hendaknya mengajarkan hal-hal pokok pada setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya.
2.Keterangan-keterangan yang diberikan hendaknya bersifat umum dan menyeluruh.
3. Guru hendaknya memperhatikan kemampuan akal siswa.
4.Guru hendaknya memperhatikan kesiapan siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan.
5.Apabila siswa sudah memahami pelajaran pokok dan cabang-cabangnya, guru hendaknya melanjutkan pengajaran kepada tingkat yang lebih tinggi.
6.Guru hendaknya tidak merasa puas dengan pembahasan yang bersifat umum.
7.Setelah cara pembahasan bersifat umum dianggap sukses guru hendaknya memperluas pembahasan lebih dalam dan membahas segi-segi yang menjadi pertentangan dan pandangan-pandangan yang berbeda terhadap persoalan-persoalan yang dibahas hingga tuntas dan menyeluruh, sehingga keahlian siswa dapat tercapai sempurna.
Pengetahuan dan pemahaman terhadap psikologi perkembangan anak dan psikologi pembelajaran menjadi sebuah kewajiban dan keharusan bagi para pendidik. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa guru tidak dapat mendidik, mengajar, serta menerapkan metode yang tepat tanpa bantuan pengetahuan pendukung yaitu psikologi pengajaran dan psikologi perkembangan anak.
Menurut Ibnu Khaldun mendidik anak dengan kekerasan akan membahayakan anak didik, hal-hal yang membahayakan tersebut adalah sebagai berikut:
1.Kekerasan akan disimpan/ diambil oleh siswa menjadi sebuah kepribadiannya.
2.Mencegah perkembangan anak didik.
3.Kekerasan akan menimbulkan kemalasan, kecurangan, penipuan dan kelicikan.
4.Siswa menjadi penakut.
5.Kepribadian siswa menjadi terpecah/ tidak satunya kata dan perbuatan.
6.Mengajar dengan kekerasan akan menjadsi rujukan kepribadian anak. Anak akan mengambil sikap keras tersebut sebagai bagian dari kepribadiannya yang permanen.
7.Pembelajaran dengan kekerasan akan merusak sifat kemanusiaan dan sikap perwira.
8.Siswa yang terbiasa dididik dengan kekerasan akan malas membentuk dirinya dengan sifat keutamaan dan keluhuran moral.
9.Siswa akan cenderung rendah diri atau tidak pecaya diri.
10.Siswa cenderung berakhlak buruk.
Maka, kekerasan dalam dunia pendidikan berakibat fatal bagi peserta didik. Tidak dapat dipungkiri peserta didik adalah manusia merdeka, manusia membutuhkan kasih sayang, peserta didik adalah manusia dan ingin dianggap dan diperlakukan selayaknya manusia. Pembelajaran dengan kekerasan hanya akan meninggalkan jiwa-jiwa yang terjajah, jiwa-jiwa yang memendam dendam dan bara perlawanan. Mungkin suatu saat nanti jiwa-jiwa yang terjajah tersebut juga kan menjajah orang lain yang dianggapnya lemah dan berada di bawah kekuasaannya.
Pembelajaran dengan kekerasan hendaknya dihapuskan dalam dunia pendidikan. Penghapusan kekerasan dalam pendidikan hendaknya menjadi bagian dari keinginan untuk memajukan pendidikan, peningkatkan akhlak dan moral anak didik.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan:
Ibnu Khaldun dilahirkan di bagian utara benua Afrika yaitu Tunisia, di saat shubuh tanggal 1 Ramadhan 237 H bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
Menurut beliau, pengajaran al-Qur'an patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain. Karena didalam al-Qur'an mencakup segala bentuk ilmu pengetahuan; dan karena al-Qur'an merupakan pedoman yang harus menjadi pegangan hidup. Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali dalam pembelajaran, disamping juga harus belajar ilmu-ilmu lainnya.
Ibnu Khaldun memberi perhatian yang cukup besar terhadap ahlak dalam pembelajaran. Ibu Khaldun juga mengatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang diberikan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah.
Menurut Ibnu Khaldun mendidik anak dengan kekerasan akan membahayakan anak didik. Maka, kekerasan dalam dunia pendidikan akan berakibat fatal bagi peserta didik. Pembelajaran dengan kekerasan hanya akan meninggalkan jiwa-jiwa yang terjajah, jiwa-jiwa yang memendam dendam dan bara perlawanan. Mungkin suatu saat nanti jiwa-jiwa yang terjajah tersebut juga kan menjajah orang lain yang dianggapnya lemah dan berada di bawah kekuasaannya.
Pembelajaran dengan kekerasan hendaknya dihapuskan dalam dunia pendidikan. Penghapusan kekerasan dalam pendidikan hendaknya menjadi bagian dari keinginan untuk memajukan pendidikan, peningkatkan akhlak dan moral anak didik.
E. Saran
Kiranya perlu sekali, kita sebagai calon pendidik, mampu meniru dan mempraktekkan metode yang digunakan Ibnu Khaldun; demi terciptanya masyarakat Indonesia yang cerdas dan berakhlak mulia.

DAFTAR PUSTAKA
Ihsan, Hamdani & Ihsan, Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Cet II. Bandung: Pustaka Setia.
Langgulung, Hasan. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
H.M., Ariin. 1977. Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia. Jakarta: Bulan Bintang.
Muchsin, Misri A. 2002. Filsafat Sejarah Dalam Islam. Cet I. Djojakarta: Ar-Ruzz Perss.
Http://Islamintelek.Blogspot.Com/Agustianto/Metode Mengajar Menurut Ibn Khaldun/ Januari 2007.
Http://Swaramuslim/For Izzatul Islam Wal Mukmin Wal Mukminat/20 Desember 2007.
Http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=307721&kat_id=164/Ibnu Khaldun/Oktober 2007.

konsep pendidikan ikhwanul muslimin

A. Latar Belakang Masalah
Setelah jatuhnya kerajaan Khilafah Utsmaniyyah Turki pada tahun 1924, umat Islam seolah-olah seperti anak yang kehilangan bapak. Gerakan-gerakan nasionalis yang didalangi oleh penjajah barat mendapat tempat dan kuasa di dalam pemerintahan negara terutamanya Turki, Mesir dan negara-negara Arab yang lain.
Saat inilah sebagian umat Islam yang masih setia pada corak pemerintahan Islam muncul di Mesir. Mereka menumbuhkan sebuah persatuan yang dinamakan ‘Ikhwatul Muslimin’ (Persaudaraan Islam) guna memperjuangkan ideologi Islam dan membawa umat seluruhnya kembali ke pangkalan jalan yang lurus.
Ikhwatul Muslimin yang mempunyai pengaruh besar atas kebangkitan Islam ini diasaskan oleh Hasan Al-Banna. Lalu bagaimanakah konsep pendidikan Ikhwanul Muslimin dalam memberdayakan umat dan memperjuangkan ideologi Islam.

B. Sejarah Singkat Timbulnya Ikhwanul Muslimin
Sejarah mencatat bahwa dunia Islam pada saat itu, khususnya Mesir terlampau banyak dikendalikan oleh Barat; baik dalam segi moral maupun politik. Keadaan tersebut diawali ketika bulan November 1914 Inggris mengumumkan perang melawan kesultanan Utsmani Turki. Dan kemudian pada bulan berikutnya Inggris memplokamirkan Mesir sebagai wilayah Protektoratnya.
Penjajah Barat ketika mendapat tempat dan kuasa di dalam pemerintahan negara terutamanya Turki, Mesir dan negara-negara Arab yang lain; ingin merubah corak dan ideologi masyarakat sesuai dengan keinginan mereka.
Saat inilah sebagian umat Islam yang masih setia pada corak pemerintahan Islam muncul di Mesir. Mereka menumbuhkan sebuah persatuan yang dinamakan ‘Ikhwatul Muslimin’ (Persaudaraan Islam) guna memperjuangkan ideologi Islam dan membawa umat seluruhnya kembali ke pangkalan jalan yang lurus.
Selain faktor diatas, faktor lain yang menyebabkan berdirinya Ikhwanul Muslimin adalah masalah kekacauan dalam pendidikan. Berbagai sumber mencatat, bahwa dalam sistem pendidikan di Mesir terdapat dualisme. Disatu pihak sekolah-sekolah pemerintah hanya mementingkan pengetahuan umum dan mengabaikan pengetahuan agama; sedangkan dipihak lain sekolah agama melupakan pengetahuan umum.
Selain itu situasi politik yang terjadi di Mesir pada saat itu juga mempengaruhi kelahiran organisasi ini. Sumber-sumber terpercaya menyebutkan bahwa dibidang politik luar negeri, dalam dunia Islam terpecah dalam kelompok negara-negara kecil. Dan dalam keadaan itu pula kaum Imperialis merampas negara-negara Arab untuk diekploitasi sumber kekayaan alamnya.
Beberapa faktor tersebutlah yang oleh para peneliti dan sejarawan dinilai sebagai yang melatar belakangi bangkitnya Hasan Al-Banna untuk membentuk suatu organisasi, yaitu pada saat ia menyelesaikan studinya di Darul Ulum. Organisasi tersebut tepatnya didirikan di Islamiyah, sebuah kota yang terletak disebelah timur laut Kairo, Mesir pada tahun 1928. oleh karena itu Ikhwanul Muslimin lebih dikenal sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh Hasan Al-Banna yang dilahirkan di Mesir pada tahun 1906 di Al-Mahmudiyah Mesir.

C. Gerakan-Gerakan Ikhwanul Muslimin Di Mesir
Sebagai sebuah organisasi sosial dan kemasyarakatan, kehadiran Ikhwanul Muslimin tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat di Mesir pada masa itu. Sebagaimana gerakan pembaharuan Islam pada umumnya, Ikhwanul Muslimin muncul sebagai reaksi terhadap sosio-kultur di Kairo. Masyarakat kairo pada saat itu terlihat kurang peduli lagi terhadap nilai-nilai Islam. Dari hari kehari para Ulama' di Mesir tidak mampu lagi menghentikan tingkah laku kaum modernis kecuali hanya melemparkan sumpah serapah terhadap berbagai masalah bid'ah.
Akibat dari imperialisme dan intervensi Barat di Mesir, umat Islam semakin terbuai oleh budaya lokal yang jumud serta lemah dalam mengamalkan nilai-nilai keIslaman. Akibatnya, kehidupan keagamaan menjadi cenderung formalis dan penuh kemunafikan. Sementara praktek mistik membawa masyarakat pada kehidupan tahayul dan memadamkan sifat irasional Islam yang dikenal kreatif.
Sebagaimana diketahui bahwa tema-tema sentral yang menjadi kerangka pemikiran Ikhwanul Muslimin untuk melakukan gerakannya adalah berkaitan dengan masalah moral masyarakat, ekonomi, fungsionalisasi agama yang dinilainya sudah kurang mampu membendung pengaruh sekuler. Selain itu dasar yang paling penting yang dijadikan doktrin Ikhwanul Muslimin dalam melancarkan pembaharuannya sebagaimana dikemukakan Ali Gharishah ada lima: yaitu Allah tujuan kami, Rasulullah tauladan kami, Al-Qur'an undang-undang dasar hidup kami, Jihad adalah jalan perjuangan kami, dan Syahid dijalan Allah adalah cita-cita luhur kami.
Pandangan Ikhwanul Muslimin yang menarik adalah tentang konsep pemerintahan Supra-Nasional, yakni pemerintahan yang meliputi seluruh dunia Islam dengan sentralisasi kekuatan pada pemerintahan pusat yang dikelola atas dasar prinsip persamaan penuh antara semua umat Islam. Negara yang dikehendaki oleh Ikhwanul Muslimin bukanlah Negara Islam kecil dalam sebuah Negara Islam yang besar. Tetapi yang mereka inginkan adalah suatu Negara Islam internasional yang mencakup seluruh Negara Islam sedunia yang dapat melaksanakan risalah Islam secara universal dan mampu menghadapi kekuatan musuh Islam yang memiliki beraneka ragam sarana dan persenjataan modern.
Selanjutnya menurut tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin bahwa kekayaan seseorang diakui haknya, akan tetapi pemiliknya mempunyai fungsi sosial. Dalam artian ia hanya wakil dari masyarakat untuk memegang amanah Allah. Negara yang menjalankan pemerintahan sebagai wakil rakyat mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan menyelidiki kekayaan seseorang, mengontrol pemakaiannya dan memotong sebagian yang menjadi hak orang miskin.
Ikhwanul Muslimin berusaha melaksanakan seluruh ajaran sosial dan ekonomi yang berdasarkan Al-Qur'an seperti perpajakan yang diambil dari hukum zakat dan pelarangan membungakan uang.
Implementasi dari gagasan-gagasan tersebut dapat dilihat dari beberapa kegiatan Ikhwanul Muslimin yang turut serta dalam program kepedulian sosial dan upaya pengentasan kemiskinan melalui pendistribusian zakat, infak dan sedekah secara sengaja. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan harta untuk fakir miskin, bahkan mereka memiliki badan khusus yang terdaftar dalam kementrian Sosial Mesir, yaitu Lembaga Kebajikan dan Pelayan Sosial.

D. Konsep Pendidikan Ikhwanul Muslimin
Konsep pendidikan Ikhwan Muslimin ditujukan bagi pemecahan berbagai masalah yang dihadapi. Dengan kata lain, Ikhwan Muslimin melihat pendidikan sebagai alat untuk membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan sebagaimana telah disebutkan diatas. Atas dasar konsep tersebut, Ikhwan Muslimin memajukan berbagai masalah pendidikan sebagai berikut:
1.Sistem Pendidikan
Salah satu pemikiran pendidikan Ikhwan Muslimin dibidang pendidikan berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini Ikhwan Muslimin bermaksud memberikan nilai agama pada pengetahuan umum, dan memberi makna progresiff terhadap pengetahuan dan amaliah agama, sehingga sikap keagamaan tersebut tampil lebih aktual. Dalam hubungan ini Ikhwan Muslimin berusaha memperbaharui makna iman yang telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara kembali pada sumber-sumber ajaran yang orisinil. Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari bingkai pendidikan Ikhwan Muslimin yang berorientasi ketuhanan, universal, terpadu, seimbang dan bermuatan keterampilan yang positif dan konstruktif.
Orientasi ketuhanan dalam pendidikan amat penting, karena aspek ketuhanan atau keilmuan merupakan hal yang terpenting dalam pendidikan Islam. Aspek ketuhanan ini sangat mendasar pengaruhnya, terutama jika dihubungkan dengan tujuan pertama pendidikan Islam, yaitu mewujudkan manusia-manusia yang memiliki keimanan yang kokoh. Yaitu iman yang tidak hanya terbatas pada pengertian dan perkataan, tetapi juga harus di implementasikan dengan praktik-praktik ibadah dan ritualitas agama yang menumbuhkan sikap positif untuk kehidupan pribadi dan masyarakat. Selanjutnya yang dimaksudkan dengan universal dan terpadu adalah bahwa pendidikan Islam tidak hanya mementingkan satu segi tertentu saja, dan tidak pula mengharuskan adanya spesialisasi yang sempit melainkan mencakup semua aspek secara terpadu dan seimbang. Pendidikan Islam tidak hanya mementingkan rohani dan moral seperti yang terdapat pada paham kaum sufi dan tidak pula hanya menekankan pendidikan rasio seperti yang didambakan kaum filosof. Dan tidak juga hanya mementingkan latihan keterampilan dan disiplin sebagaimana pendidikan dalam kemiliteran, tetapi pendidikan Islam itu mementingkan semua dimensi secara seimbang.
Ciri universalisme dan terpadu dalam pendidikan Islam tersebut sesungguhnya merupakan refleksi dari watak ajaran Islam yang universal dan terpadu. Islam sebagaimana diketahui adalah suatu agama yang sempurna dan lengkap, yang mencakup tidak hanya tuntutan moral dan peribadatan, tetapi juga petunjuk-petunjuk mengenai cara mengatur segala aspek kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan politik, ekonomi dan sosial.
Selain itu pendidikan Islam juga harus mementingkan aspek rohani. Dalam hubungan ini Muhammad Quthb mengatakan bahwa ruh adalah suatu kekuatan yang tidak terlihat dan tidak diketahui materi dan cara kerjanya. Ia adalah alat untuk mengadakan kontak dengan Allah sesuai dengan fitrahnya, yaitu alat yang membawa manusia kepada tuhan. Untuk mencapai tujuan penyatuan rohaniah dengan tuhan, manusia dianjurkan agar menciptakan hubungan yang terus menerus antara ruh dengan Allah pada saat dan kegiatan bagaimanapun, baik pada saat berfikir, merasa maupun berbuat.
Selain membina aspek rohani, pendidikan Islam juga harus membina intelektualitas atau cara berfikir yang benar. Hal ini dinilai penting oleh Ikhwanul Muslimin, mengingat eksistensi manusia terdiri dari unsur rohani, akal dan jasmani. Ketiga unsur tersebut harus terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Khusus mengenai akal, Ikhwanul Muslimin menilai bahwa akal merupakan potensi atau kekuatan besar yang diberikan Allah kepada manusia. Islam sangat menghargai akal dan menempatkannya sebagai salah satu dasar dari adanya pembebanan hukum, dan sebagai tolak ukur yang membedakan antara baik dan buruk. Dalam kaitan ini Ikhwanul Muslimin menilai bahwa berfikir dengan menggunakan akal merupakan kegiatan mental yang bernilai ibadah. Sedangkan mencari bukti-bukti atas sesuatu merupakan keharusan dan belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslimin. Dengan demikian, tidaklah aneh jika pendidikan Islam sama sekali tidak dipisahkan dari pendidikan keimanan atau pendidikan jiwa. Hal ini dapat dimengerti, karena sikap seseorang merupakan cermin dari pemikiran dan pandangannya terhadap dunia, kehidupan dan manusia itu sendiri.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Ikhwanul Muslimin juga mementingan pendidikan jasmani. Wujud nyata dari pendidikan jasmani ini menurut Yusuf Al-Qardawi adalah mengambil benutk pemeliharaan kebersihan, kesehatan secara peventif dan pengobatan. Untuk itu, kepada setiap anggota Ikhwanul Muslimin ditekankan agar membiasakan hidup bersih, tidak merokok dan mengurangi minum kopi dan teh; karena hal itu akan mengganggu kesehatan. Pendidikan jasmani ini ditujukan: pertama, agar setiap muslim berbadan sehat dan berupaya memelihara kesehatan fisik dan mental. Kedua, agar setiap muslim dapat beraktifitas dengan lincah dan positif. Ketiga, agar setiap muslim mempunyai daya tahan tubuh yang senantiasa prima.
Sejalan dengan pemikiran tesebut diatas; Ikhwanul Muslimin juga mementingkan pendidikan sosial. Menurutnya, bahwa pendidikan sosial merupakan salah satu misi perjuangannya. Dalam kaitan ini, Yusuf Al-Qardawi mengatakan bahwa beribadah merupakan konsekuensi hubungan dengan Allah, sedangkan kepedulian sosial merupakan konsekuensi hubungan antar sesama manusia. Dan perjuangan merupakan pengejawantahan hubungan dengan musuh-musuh agama.
2.Karakter Pendidikan Islam
Menurut Ikhwanul Muslimin, bahwa karakter pendidikan Islam tidak hanya terletak pada optimalisasi pengembangan potensi dan sumber daya manusia; tetapi harus didasarkan pula pada kejernihan iman dan niat yang positif. Karena tanpa itu semua sains dan teknologi hanya akan jadi bomerang, bahkan dapat mendatangkan marabahaya kehidupan yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Untuk mewujudkan karakter pendidikan yang demikian, maka perlu didasarkan pada rasa persaudaraan yang kokoh, keterpautan dan kepedulian sesama muslim; bahkan kalau perlu siap menghadapi penderitaan. Dalam hal ini, sejarah mencatat beberapa tokoh Ikhwanul Muslimin yang darah dan dagingnya mati ditiang gantungan.
3.Lembaga Pendidikan
Selain berbicara tentang sistem dan karakteristik pendidikan, Ikhwanul Muslimin juga berbicara tentang lembaga pendidikan. Dalam hal ini, Ikhwanul Muslimin mengajukan lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan lembaga pendidikan non-formal (diluar sekolah).
Salah satu upaya untuk menangani pendidikan sekolah, Ikhwanul Muslimin membentuk komite khusus dibidang pendidikan dikantor pusat, panitia penyelenggara pendidikan. Dalam seluruh jenjang pendidikan formal, Ikhwanul Muslimin memberikan ciri Islam yang sangat kuat. Dalam hubungan ini, Mariyam Jamilah mengatakan, bahwa Hasan Al-Bana, selaku pendiri Ihwanul Muslimin tidak bosan-bosannya menghimbau pemerintah agar menata kembali pendidikan yang berasaskan Islam dan memperhatikan pentingnya penyusunan kurikulum yang berbeda antara siswa dan siswi, dan secara khusus ia memohon agar pengajar ilmu-ilmu eksakta tidak di baurkan dengan faham materialisme modern.
Selanjutnya berkenaan dengan pendidikan luar sekolah, Ikhwan Muslimin berpandangan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang di selenggarakan di luar sekolahan melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Baik melalui keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan lainnya yang sejenis. Dalam hal ini Ikhwan al-Muslimin menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kursus, kejuruan untuk anak putus sekolah; pendidikan privat bagi anak laki-laki dan perempuan, serta pendidikan kewiraswastaan bagi mereka yang tidak mampu lagi untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu Ikhwan Muslimin juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistem halaqah, yaitu pendidikan yang di selenggarakan secara berkelompok dan membentuk lingkaran. Pendidikan ini merupakan suatu aktivitas yang paling esensial bagi para anggotanya. Sesungguhnya keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam halaqah ini merupakan suatu keharusan. Karena halaqah adalah unsur paling pokok dalam pergerakan. Hal ini pernah dilakukan Abu Darda' di masjid, yaitu ketika ia mengajarkan Al-Qur'an semenjak matahari terbit hingga shalat dzuhur dengan membagi muridnya sebanyak sepuluh orang tiap kelompok yang dipandu oleh seorang guru dalam setiap kelompok.
4.Metode Pendidikan Islam
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Ikhwanul Muslimin menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Diantara metode pendidikan tersebut adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita, pembiasaan dan pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur'an maupun praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam membina para sahabat beliau.
Bedasarkan uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan Ikhwanul Muslimin sejalan dengan visi dan misi pejuangannya, yaitu membebaskan masyarakat dari keterbelakangan baik dalam kehidupan beragama, sisi ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian Ikhwanul Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat umat Islam khususnya yang berada di mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut Ikhwanul Muslimin telah menggunakan semua jenis dan model pendidikan dari yang besifat formal sampai pada pendidikan non-formal.
Demikian pula berbagai metode yang dipandang efektif dan berdaya guna dapat digunakan sebagai cara untuk menerapkan pendidikan.

E. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan:
Pemikiran pendidikan Ikhwan Muslimin dibidang pendidikan berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan umum.
Menurut Ikhwanul Muslimin, bahwa karakter pendidikan Islam tidak hanya terletak pada optimalisasi pengembangan potensi dan sumber daya manusia; tetapi harus didasarkan pula pada kejernihan iman dan niat yang positif.
Salah satu upaya untuk menangani pendidikan sekolah, Ikhwanul Muslimin membentuk komite khusus dibidang pendidikan dikantor pusat, panitia penyelenggara pendidikan. Dalam seluruh jenjang pendidikan formal, Ikhwanul Muslimin memberikan ciri Islam yang sangat kuat.
Diantara metode pendidikan yang diusung Ikhwanul Muslimin adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita, pembiasaan dan pengalaman konkret.
Konsep pendidikan yang ditawarkan Ikhwanul Muslimin sejalan dengan visi dan misi pejuangannya, yaitu membebaskan masyarakat dari keterbelakangan baik dalam kehidupan beragama, sisi ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, maupun kebudayaan. Dengan demikian Ikhwanul Muslimin menempatkan pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat umat Islam khususnya yang berada di mesir pada saat itu. Untuk mencapai visi dan misi tersebut Ikhwanul Muslimin telah menggunakan semua jenis dan model pendidikan dari yang besifat formal sampai pada pendidikan non-formal.

DAFTAR PUSTAKA
Jamila, Maryam. (Penrj) Lutfi, Hamid AB. 1989. Para Mujahid Agung. Cet II. Bandung: Mizan.
Boisard, Marcel A. (Penrj) Rasyidi, HM. 1980. Humanisme Dalam Islam. Cet I. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Harun (Edt). 1993. Ensiklopedia Islam. Jilid I. Jakarta; Anda Utama.
Gharishah, Ali. (Penrj) Basyarah, Salim. 1992. Lima Dasar Gerakan Ikhwan Al-Muslimin.Cet IV. Jakarta: Gema Insani Perss.
Al-Banna, Hasan. (Penrj) Marjuned, Ramlan. 1987. Konsep Pembaharuan Masyarakat Islam. Cet I. Jakarta: Media Da'wah.
Al-Qardhawai, Yusuf. (Penrj) Husain, Nabhan. 1985. Sistem Pendidikan Ikhwan Al-Muslimin. Cet I. Jakarta: IIFSO.
Musa, Ishak Al-Husaini. 1983. Ikhwan Al-Muslimin. Cet I. Jakarta: Grafiti Perss.
Al-Kailani, Ismail. (Penrj) Suhandi, Kathur. 1992. Sekuralisme: Upaya Memisahkan Agama Dan Negara. Cet II. Jakata: Pusataka Al-Kautsar.
Masyur, Musthafa. (Penrj) Farhat, Abu. 1990. Ikhwan Al-Muslimin Menjawab Gugatan. Cet I. Jakarta: CV. Esya.
Sadzali, Munawir. 1992. Islam Dan Tata Negara. Cet IV. Jakarta: UI Perss.

Orientasi kurikulum; dari masa pra kemerdekaan sampai reformasi

A. Latar Belakang Masalah
Lebih dari setengah abad yang lalu Indonesia dijajah oleh kolonial Belanda selama kurang lebih tiga setengah abad. Pada masa itu pendidikan di Indonesia sangat memperihatinkan. Belum adanya lembaga pendidikan selain lembaga pendidikan dari kolonial yang hanya diperuntukkan bagi tuan tanah; Lebih dari separuh penduduk Indonesia tidak mengenyam pendidikan; yang ada malah dipaksa untuk memenuhi segala fasilitas demi kepentingan kolonial.
Setelah Indonesia memasuki babak kemerdekaan lembaga pendidikan mulai dirintis, yang bertujuan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Setengah abad lebih pendidikan di Indonesia berjalan, namun belum bisa menemukan rel-rel pijakan dalam merumuskan materi pelajaran yang harus dilalui oleh anak didik yang pas atau yang biasa disebut kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia.
Lebih dari delapan kali atau tepatnya sembilan kali semenjak tahun 2006 kemarin, kurikulum pendidikan di Indonesia sudah berubah-ubah. Namun sampai saat ini kuirikulum tersebut belum bisa menjadi formulasi yang jitu dalam mengatur masalah pendidikan di Indonesia.
Akan lebih menarik apabila kita telusuri bersama apa sebenarnya orientasi dari sembilan kurikulum yang sudah berlaku di Indonesia sampai saat ini.

B. Sejarah Perjalanan Kurikulum Di Indonesia
Indonesia memproklamatirkan kemerdekaannya dua tahun (tepatnya tahun 1945) sebelum pendidikan di Indonesia bisa dikatakan berjalan walaupun masih apa adanya. Pendidikan tidak akan lepas dari prosesi pembelajaran yang harus dilalui dalam setiap jenjang pendidikan; atau biasa disebut kurikulum pendidikan. Begitu pula awal berdirinya pendidikan di Indonesia, kurikulumnya pun masih bisa dikatakan belum tertata rapi. Dari waktu kewaktu kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berusaha untuk disempurnakan. Namun sampai saat ini pendidikan di Indonesia belum mendapatkan formulasi kurikulum yang tepat dan pas.
Alangkah baiknya kalau kita ikut menilik perjalanan kurikulum di Indonesia sebelum mempunyai anggapan mengapa kegagalan selalu menghinggapi pendidikan di Indonesia. Perjalanan kurikulum di Indonesia antara lain:
1)Rencana Pembelajaran Tahun 1947
Setelah Indonesia merdeka selisih dua tahun kurikulum pendidikan sudah mulai dibentuk walaupun masih berupa rencana materi pembelajaran. Kurikulum ini memakai istilah leer plan; dalam bahasa Belanda berarti rencana pembelajaran yang memang lebih popular ketimbang Curriculum (Bahasa Inggris).
Pada tahun ini perubahan kisi-kisi pelajaran lebih bersifat politis.. dan orientasinya lebih ditekankan pada kepentingan Negara; yang asas pendidikannya ditetapkan Pancasila.
2)Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952
Kurikulum ini lebih merinci pada setiap mata pelajaran yang disebut rencana pembelajaran terurai 1952. silabus pelajarannya sangat jelas dan seorang guru mengajar satu pelajaran.
3)Rencana Pendidikan 1964
Dipenghujung era presiden Soekarno, muncul kurikulum baru; yaitu rencana pendidikan 1964 atau lebih dikenal dengan sebutan kurikulum 1964. Titik tekan dari kurikulum ini adalah pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral; yang dikenal dengan istilah Pancawardhana. Mata pelajaran dalam kurikulum ini diklarifikasikan dalam lima kelompok bidang studi, yaitu: moral, kecerdasan, emosional/ artistik, ketrampilan dan jasmaniyah. Pada dasarnya kurikulum ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4)Kurikulum 1968
Kelahiran kurikulum ini bernuansa politik; mengganti produk orde lama dengan produk orde baru. Tujuan kurikulum ini adalah pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 ini menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran, kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. Jumlah materi pelajaran yang diajukan ada 9 buah.
Kurikulum ini disebut sebagai kurikulum bulat. Kurikulum yang hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Muatan pelajarannya-pun bersifat teoritis; tidak mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan faktual dilapangan. Titik tekan terberat hanya pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang pendidikan yang harus dilalui.
5)Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 lebih menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatar belakangi berdirinya kurikulum ini adalah pengaruh konsep mangemen, yaitu managemen obyektifitas.
Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada kurikulum ini dikenal dengan istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi; yaitu: petunjuk umum, Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi. Kurikulum 1975 ini banyak menuai kritikan; dikarenakan guru terlalu disibukkan menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6)Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan suatu kegiatan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Seniawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA-pun bermunculan.
7)Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini memiliki jiwa yang ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan tujuan dan proses pembelajaran.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999 membuat perubahan pada kurikulum ini. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
8)Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di pulau jawa, dan kota besar di luar pulau jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Kemudian muncullah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pelajaran (KTSP).
B. Orientasi Kurikulum Di Indonesia
Dalam perjalanannya, kurikulum di Indonesia mengalami banyak perubahan dan penyempurnaan. Namun apa sebenarnya orientasi dari kurikulum pendidikan itu sendiri.
Orientasi setiap kurikulum yang berlaku dalam pendidikan di Indonesia berbeda-beda, yang kesemuanya itu tak lepas dari konsep perancang awal kurikulum tersebut. Maka dari itu perlu kiranya pemaparan tentang orientasi setiap kurikulum yang berlaku di Indonesia secara parsial. Orientasi setiap kurikulum pendidikan yang pernah dipakai di Indonesia secara parsial dapat diutarakan sebagai berikut:
1.Orientasi Rencana Pembelajaran Tahun 1947 Dan Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952
Pada tahun ini orientasi kurikulum adalah penekanan terhadap pemahaman materi pelajaran yang diberikan. Dan perubahan kisi-kisi pelajaran lebih bersifat politis.. sedangkan orientasi globalnya lebih ditekankan pada kepentingan Negara; yaitu menciptakan dan merealisasikan pendidikan nasional; yang asas pendidikannya ditetapkan Pancasila.
2.Orientasi Rencana Pendidikan 1964
Orientasi dan titik tekan dari kurikulum ini adalah pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral; yang dikenal dengan istilah Pancawardhana.
Pada dasarnya kurikulum ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.Orientasi Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ini berorientasi pada pendekatan organisasi materi pelajaran, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus.
Titik tekan terberat hanya pada materi apa yang tepat yang harus diberikan kepada siswa disetiap jenjang pendidikan yang harus dilalui.
Kurikulum ini merupakan produk baru dari pemerintahan orde baru. Pemerintahan ORBA menyadari bahwa pendidikan adalah sarana yang paling penting dan strategis dalam menguatkan pemberdayaan masyarakat diberbagai bidang. Karena itu perencanaan pendidikan harus tersentralisasi pada pemerintahan pusat.
4.Orientasi Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 lebih menekankan tujuan dan sistematika pengajaran. Pada sistematika pengajaran yang digunakan ada istilah satuan pengajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi; yaitu: petunjuk umum, Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar dan evaluasi.
5.Orientasi Kurikulum 1984 (CBSA).
Dengan CBSA, para siswa diharapkan tidak hanya mampu dan terampil dalam memahami dan mempraktekkan suatu teori; Melainkan juga diharapkan memiliki ketrampilan proses atau metodologi dalam menemukan masalah. Dengan demikian pengajaran tidak hanya pada tujuan penguasaan materi (Subject Matter Orinted) melainkan juga memiliki penguasaan terhadap metodologi. Dengan kata lain, seorang anak didik diharapkan tidak hanya memperoleh ikan melainkan juga menguasai cara bagaimana mendapatkan ikan yang banyak. Sehingga apabila suatu ketika ikannya habis, ia akan bisa mencarinya sendiri.
Melalui pengajaran CBSA seorang siswa diharapkan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, kreatif, inovatif, serta kritis. Cara pembelajaran seperti ini ditawarkan untuk menggantikan metode pengajaran sebelumnya yang dianggap cenderung berpusat pada guru (Teacher sentris) dan kurang berpusat pada murid (Student sentris) atau lebih dikenal dengan istilah DDCH, yaitu: datang, duduk, catat dan hafalkan. Metode seperti ini kurang mampu menggali potensi anak didik dalam mengembangkan kreatifitasnya.
6.Orientasi Kurikulum 1994 Dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum ini menekankan pada kombinasi antara tujuan kurikulum 1975 dengan proses pengajaran kurikulum 1984. namun perpaduan ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Kurikulum ini dinilai terlalu memberatkan siswa. Mulai dari muatan nasional ditambah lagi dengan muatan lokal; yang kesemuanya itu semakin menambah materi pelajaran yang dibebankan kepada anak didik.
7.Orientasi Kurikulum 2004; Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum ini menekankan pada pengembangan kemampuan siswa dalam melakukan tugas-tugas dan standart perform tertentu. Sehingga hasil yang didapat bisa dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keahlian khusus. Model kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat diamati alam bentuk perilaku ataupun ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria pendidikan.
C. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan:
Bahwa sejarah perjalanan kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut:
Rencana pelajaran 1947
Rencana pelajaran terurai 1952
Kurikulum 1968
Kurikulum 1975
Kurikulum 1984; Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Kurikulum 1984
Kurikulum 1994 Dan Suplement Kurikulum 1999
Kurikulum 2004; Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum 2006; Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP)
Bahwa orientasi kurikulum pendidikan yang pernah dipakai di Indonesia adalah:
1) Orientasi Rencana Pembelajaran Tahun 1947 Dan Rencana Pembelajaran Terurai Tahun 1952 adalah pemahaman terhadap materi pembelajaran; 2) Orientasi Rencana Pendidikan 1964 adalah pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral; yang dikenal dengan istilah Pancawardhana. 3) Orientasi Kurikulum 1968 adalah pada pendekatan organisasi materi pelajaran, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. 4) Orientasi Kurikulum 1975 lebih menekankan tujuan dan sistematika pengajaran. 5) Orientasi Kurikulum 1984 (CBSA) adalah agar para siswa tidak hanya mampu dan terampil dalam memahami dan mempraktekkan suatu teori; Melainkan juga diharapkan memiliki ketrampilan proses atau metodologi dalam menemukan masalah. 6) Orientasi Kurikulum 1994 Dan Suplemen Kurikulum 1999 adalah pada kombinasi antara tujuan kurikulum 1975 dengan proses pengajaran kurikulum 1984. 7) Orientasi Kurikulum 2004; Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah menekankan pada pengembangan kemampuan siswa dalam melakukan tugas-tugas dan standart perform tertentu. Sehingga hasil yang didapat bisa dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.


DAFTAR PUSTAKA
Hamaluk, Oemar. 1992. Administrasi & Supervisi Pengembangan Kurikulum. Cet I. Bandung: Mandar Maju.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia). Cet II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Harun. 1999. Kurikulum & Pengajaran. Cet III. Bandung: Bumi Aksara.
_____________. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Cet V. Bandung: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2002. Pembinaan & Pengembangan Kurikulum Disekolah. Cet IV. Bandung: Sinar Baru Algesindo.