A. Latar Belakang Masalah
Menikah merupakan ketetapan yang diperuntukkan Allah bagi setiap mahluk-Nya. Allah menciptakan mahluk-Nya berpasang-pasangan; laki-laki dan perempuan. Rasulullah menetapkan nikah sebagai salah satu sunnah rasul. Beliau malah menghimbau bagi umat agar cepat-cepat menikah jikalau sudah siap; baik dalam hal jasmani, rohani maupun dalam hal biayanya.
Pada saat Allah membolehkan pernikahan, di sana mengandung tujuan sebagai cara untuk memperbaiki akhlak. Sehingga dapat membersihkan masyarakat dari akhak yang buruk, lebih menjaga kemaluan, menegakkan masyarakat dengan sistem Islam yang bersih.
Didalam Al-Qur'an terdapat keterangan yang menjelaskan kebolehan menikah dengan Ahli Kitab. Lalu siapakah sebenarnya Ahli Kitab tersebut? Dan apakah orang yang menganut agama-agama (selain Islam) yang ada didunia sekarang ini bisa dikatakan sebagai ahli kitab.
B. Hukum Menikah Menurut Islam
Dalam agama Islam, landasan hukum yang wajib diaati dan diikuti adalah Al-Qur'an, Al-Hadist, Ijma' dan Qiyas. Dalam pembahasan kali ini, hukum dasar menikah menurut kesemua landasan hukum Islam diatas adalah boleh (mubah). Lalu hukum ini bisa menjadi sunnah atau bahkan wajib apabila terdapat kemadlaratan apabila tidak melaksanakan nikah. Jadi sudah ada kejelasan hukum sebagai landasan dasar Sunnatullah dalam kehidupan ini. Allah SWT. menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Adapun hikmah menikah adalah agar menjaga kelangsungan hidup umat manusia. Serta menjaga kemadlaratan yang akan ditimbulkan apabila nafsu tidak dikoordinir dalam bentuk sebuah pernikahan.
C. Siapakah Yang Dimaksud Ahli Kitab
Dalam Al-Quran terdapat kategorisasi golongan musyrik, mukmin dan Ahli Kitab. Orang musyik adalah mereka yang percaya pada adanya Tuhan, tapi tidak percaya pada Kitab Suci dan atau tidak percaya pada salah seorang Nabi. Mereka itu adalah musyrik Mekah dan secara hukum Islam tidak boleh sama sekali dinikahi. Kalau Ahli Kitab, mereka percaya pada salah seorang Nabi dan salah satu Kitab Suci. Yang diistilahkan Al-Quran dalam surat al-Ma’idah adalah orang-orang yang diberikan Kitab. Mereka percaya bahwa itu adalah kitab suci dan yang diutus kepada mereka adalah seorang nabi; maka menikahi mereka itu dibolehkan. Yahudi boleh karena jelas diutus padanya Musa. Umat Nasrani mempunyai nabi Isa. Juga agama yang lain. Itu pendapat sebagian Ulama yang memperbolehkan nikah berbeda agama.
Namun ada juga ulama yang tidak memperbolehkan menikah berbeda agama. Alasan mereka adalah; yang dimaksud ahli kitab didalam ayat Al-Qur'an adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran nabi mereka sebelumnya dan memang mengamalkan setiap syariat kitab nabi mereka tersebut dengan benar. Dan yang harus ditekankan disini adalah kitab nabi tersebut haruslah kitab yang benar-benar otentik. Tidak seperti kitab injil dan zabur sekarang ini yang kesemuanya karangan manusia. Tidak seperti Al-Qur'an yang masih terjaga keotentikannya dari awal pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
D. Hukum Menikah Dengan Ahli Kitab Menurut Agama Islam
Seperti dikemukakan diatas, bahwasannya didalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menerangkan kebolehan menikah dengan ahli kitab.
Yang menjadi permasalahan pelik sekarang ini adalah perbedaan ulama dalam menafsiri arti kalimat "Ahlul Kitab". Tentunya yang kesetiap ulama itu tidak asal-asalan dalam mengemukakan pendapatnya.
E. Hukum Positif Di Indonesia Dalam Mengatur Tentang Pernikahan Berbeda Agama
Dalam Negara yang kita tempati ini ada sebuah landasan hukum positif yang harus ditaati oleh setiap warga negaranya, yaitu UUD '45 dan Pancasila. Negaraa Indonesia memiliki hukum positif dalam mengatur setiap perkara warga negaranya. Dalam hal ini, Negara juga mengatur tentang pernikahan warga negaranya. Pernikahan dalam hukum Negara Indonesia diatur sedemikian rupa demi terjaganya kesejahteraan warganya.
Dalam konteks ini menikah berbeda agama diperbolehkan dalam hukum positif di Indonesia. Selama tidak ada paksaan didalamnya. Dan tidak pula ada persilisihan dalam keluarganya.
F. Dampak Dari Pernikahan Berbeda Agama
Adapun mengenai pengaruh dan dampak yang negatif dari menikahi wanita Ahli Kitab dapat diringkas sebagai berikut:
1.Dampak Negatif Pada Lingkungan Keluarga.
Dampak negatif pada lingkungan keluarga adalah apabila seorang suami memiliki kepribadian yang kuat maka dia akan mampu mempengaruhi sang isteri dan bahkan mungkin akan menjadikan isteri mau memeluk agama Islam. Tetapi kadang kala yang terjadi justru sebaliknya. Kadang-kadang sang isteri tetap berpegang teguh dengan agamanya yang dahulu dan selalu melakukan aktivitas yang dianggap boleh oleh agamanya, seperti minum khamr, makan daging babi dan bebas berteman dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dengan perilaku tersebut, seorang wanita dan keluarga muslim akan retak dan berantakan serta anak keturunannya akan hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kemungkaran. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kebaikan dan keselamatan.
Bahkan problem tersebut kadangkala akan bertambah lebih buruk apabila sang isteri yang fanatik (terhadap agamanya) sengaja dan tetap bandel mengajak putra-putrinya menemaninya ke gereja, lalu memperlihatkan kepada mereka bagaimana cara-cara ibadah para pendeta. Apalagi jika mereka sampai memperhatikan semua itu. Barang siapa yang tumbuh bersama sesuatu, ia pasti akan tercampuri oleh sesuatu itu.
2.Dampak Negatif Pada Lingkungan Masyarakat.
Banyaknya wanita-wanita Ahli Kitab yang hidup di lingkungan masyarakat muslim merupakan persoalan yang amat berbahaya. Dan yang lebih berbahaya lagi dari semua itu adalah jika kondisi itu muncul dengan terencana.
Adapun bahayanya pada lingkungan masyarakat adalah menyebabkan kemunduran umat Islam –ini memang nyata dan telah terbukti- dan semakin memajukan taraf hidup umat Nashrani. Dalam kondisi seperti ini, mereka sebenarnya adalah kurir-kurir pasukan ghazwul fikr (perang pemikiran) yang sangat berbahaya di dalam tubuh umat Islam dan akan mengusung hal-hal buruk lainnya seperti budaya hidup bebas tanpa batas, kebobrokan moral dan kebiasaan-kebiasaan kaum Nashrani yang sehari-hari mereka kerjakan.
Hal ini diawali dengan kebiasaan ikhtilath (bercampur baur) antara laki-laki dan perempuan dengan diiringi munculnya pakaian-pakaian yang membuka aurat, baik terbuka seluruhnya, separoh ataupun pakaian mini. Bahkan tidak jarang kebiasaan-kebiasaan ini akan merembet kepada tari-tarian model barat, makan dengan tangan kiri, dan memberikan ucapan penghormatan dengan bahasa Perancis maupun Inggris.
Demikianlah, apalagi dampak negatifnya pada aspek politik, pasti lebih dahsyat lagi. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh Safar Aster tentang kisah seorang wanita Yahudi yang menikah dengan raja Persia. Dia banyak membantu penyebaran keturunan Yahudi di Persia. Sehingga ketika perdana menteri Persia, Haman, hendak mengambil tindakan kepada kaum Yahudi, dia malah membuat propaganda di hadapan raja seolah-olah masalah yang ada adalah sang perdana menteri hendak memberontak. Sehingga ketika datang hari akan dilaksanakan hukuman, justru sang perdana menteri yang di gantung di tempat tiang gantungan yang sebenarnya dipersiapkan untuk orang-orang Yahudi Mardakhai. Lalu bersama sang perdana menteri ini ikut digantung pula para tentara sebanyak 75.000 (tujuh puluh lima ribu) pada tanggal 16 bulan Adzar. Sehingga kemudian hari pada tanggal 14 bulan Adzar menjadi salah satu hari raya resmi kaum Yahudi.
Ini adalah sebagian kecil dari dampak negatif menikah dengan wanita Ahli Kitab.
Hikmah diperbolehkannya seorang Muslim menikahi wanita Ahli Kitab adalah:
Mungkin ada seseorang yang bertanya seraya berkata : “… pengaruh negatif menikahi wanita Ahli Kitab ini senatiasa ada , tetapi kenapa Islam membolehkan hal tersebut dan tidak mengharamkannya?”
Kami katakan, hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon taufiq-Nya, sesungguhnya seorang muslim wajib mengikuti perintah-perintah-Nya, baik ia mengetahui hikmah yang ada di dalamnya ataupun tidak mengetahuinya.
Adapun hikmah dibolehkannya menikahi wanita Ahli Kitab bagi seorang muslim. Para ulama telah mengungkapkan sebagian dari hikmah tersebut, di antaranya yaitu:
[1]. Ahli Kitab adalah sekelompok manusia yang paling dekat kepada petunjuk manakala mereka disodori bukti-bukti dan dijelaskan jalannya. Apabila seorang wanita Ahli Kitab memiliki suami muslim yang memperlakukannya dengan baik, maka dia akan mendapatkan keadilan Islam yang tampak di hadapannya setiap hari dan selalu akan bertambah di matanya. Dengan demikian, bisa jadi cahaya Islam akan terserap ke dalam hatinya, sehingga dia mau memeluk agama Islam yang lurus. Inilah yang sebenarnya kita inginkan agar dia dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
[2]. Sangat mungkin salah seorang muslim jatuh cinta dan tergila-gila kepada wanita non muslimah. Kemudian ia akan cenderung melakkan perbuatan haram tatkala segala pintu untuk mencapai tujuannya telah tertutup dan terkunci. Demikian pula, sangat mungkin salah seorang muslim tinggal di sebuah wailayah yang tidak ada seorang muslimah pun, sedang ia khawatir akan dirinya dan nasib keturunannya jika tetap membujang. Hal itu sangat wajar bila pintu rukhshah (keringanan) dibuka sampai batas tertentu dalam kasus-kasus seperti ini, tidak sebagaimana biasanya. Akhirnya, Allah membuka pintu rukhshah ini, namun tetap memperhatikan kaidah : “Sesungguhnya kemaslahatan masyarakat tidak akan tercipta kecuali dengan meminimalkan dampak buruk yang mungkin timbul.
[Disalin dari kitab Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah, Penulis Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi, edisi Indonesia Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?, Penerbit At-Tibyan, Penerjemah Mutsana Abdul Qahhar]
F. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan:
Ahli Kitab adalah mereka percaya pada salah seorang Nabi dan salah satu Kitab Suci. Yang diistilahkan Al-Quran dalam surat al-Ma’idah adalah orang-orang yang diberikan Kitab. Mereka percaya bahwa itu adalah kitab suci dan yang diutus kepada mereka adalah seorang nabi; maka menikahi mereka itu dibolehkan. Yahudi boleh karena jelas diutus padanya Musa. Umat Nasrani mempunyai nabi Isa. Juga agama-agama yang lain. Itu pendapat sebagian Ulama yang memperbolehkan nikah berbeda agama.
Namun ada juga ulama yang tidak memperbolehkan menikah berbeda agama. Alasan mereka adalah; yang dimaksud ahli kitab didalam ayat Al-Qur'an adalah orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran nabi mereka sebelumnya dan memang mengamalkan setiap syariat kitab nabi mereka tersebut dengan benar. Dan yang harus ditekankan disini adalah kitab nabi tersebut haruslah kitab yang benar-benar otentik. Tidak seperti kitab injil dan zabur sekarang ini yang kesemuanya karangan manusia.
Didalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menerangkan kebolehan menikah dengan ahli kitab.
Yang menjadi permasalahan pelik sekarang ini adalah perbedaan ulama dalam menafsiri arti kalimat "Ahlul Kitab". Tentunya yang kesetiap ulama itu tidak asal-asalan dalam mengemukakan pendapatnya.
Adapun mengenai pengaruh dan dampak yang negatif dari menikahi wanita Ahli Kitab dapat diringkas sebagai berikut:
1.Dampak Negatif Pada Lingkungan Keluarga.
2.Dampak Negatif Pada Lingkungan Masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Habieb, Abu Sa'id. (Penrj) Mahfudz, Sahal KH & Bisri, Musthafa KH. 2003. Persepakatan Ulama' Dalam Hukum Islam "Ensiklopedia Islam". Cet II. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Jaiz, Hartono Ahmad (Penys). 2004. Mengkritisi Debat "Fikih Lintas Agama". Cet II. Jakarta: Pustaka Al-Kaustar.
Saekan & Effendi, Erniati. 1997. Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Cet I. Surabaya: Arkola.
Http://Islamlib.Com/Id/Index.Php?Page=Article&Id=224
Http://Almanhaj.Or.Id/Index.Php?Page=Article&Id=220 Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi. (Penrj) Mutsana Abdul Qahhar. Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah. Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?. At-Tibyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar