A. Latar Belakang
Ketertinggalan Indonesia di berbagai bidang di era globalisasi dibandingkan negara-negara tetangga rupanya menyebabkan pemerintah terdorong untuk memacu diri untuk memiliki standar internasional dalam segala sektor. Sektor pendidikan termasuk salah satu sektor, yang mendapatkan prioritas dalam menjaga gengsi bangsa (pemerintah), yang didorong untuk mampu berstandar internasional. Akhir-akhir ini ramai dibicarakan Sekolah Bertaraf Internasional atau SBI. Sebuah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya.
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan sebuah jenjang sekolah nasional di Indonesia dengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada. Pengembangan SBI di Indonesia didasari oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dalam ketentuan ini, pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Standar internasional yang dituntut dalam SBI adalah standar kompetensi lulusan, kurikulum, proses belajar mengajar, SDM, fasilitas, manajemen, pembiayaan, dan penilaian standar internasional. Dalam SBI, proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Sebagai civitas akademik, kita tentunya tidak boleh begitu saja menelan mentah-mentah setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal pendidikan. Seperti kita ketahui bersama, bahwa kebijakan – tanpa bermaksud menegasikan hakikat mulia dari makna kebijakan itu sendiri – merupakan “alat politik” yang sarat dengan kepentingan dan tendensi yang mendasarinya. Maka alangkah lebih bijak apabila kita tilik lebih dalam seperti apa konsepsi dan implementasi dari Sekolah Bertaraf internasional (SBI) yang digadang-gadang bakal meninggikan harkat dan martabat bangsa Indonesia dimata dunia internasional. Dalam kesempatan kali ini penulis mencoba untuk membahas Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dalam tataran konseptual dan implementasinya. Kemudian penulis paparkan berbagai kritik yang dilontarkan terhadap konsepsi dan implementasi dari Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ini. Dan diakhir tulisan ini penulis mencoba memberikan analisis singkat dalam rangka bentuk tanggung jawab penulis sebagai civitas akademik.
B. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dalam Tataran Konseptual
1. Latar belakang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Adapun latar belakang dari kebijakan tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah:
a. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya;
b. Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar Negeri;
c. Belum ada payung hukum yang mengatur penyelenggaraan sekolah internasional;
d. Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan;
e. Atas fenomena di atas, Pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah bertaraf internasional;
f. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
2. Landasan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Sebagai sebuah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, seharusnya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) memiliki landasan hukum yang jelas dan diatur dalam konstitusi Negara. Adapun landasan konstitusional dari Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah:
a. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
b. PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan).
c. PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).
d. Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan).
e. Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah).
Adapun penyelenggaraan dari SBI ini didasarkan pada landasan filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ). Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
3. Rumusan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Rumusan dari SBI sebagaimana yang tertuang dalam rencana pengembangan pendidikan oleh Direktur Pendidikan adalah SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan Hongkong.
Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Jadi, SNP + X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO (International Organization for Standardization), pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
4. Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1). Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush & Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush & Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan. Sedangkan visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
2). Karakteristik Esensial
Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal (SNP) dan indikator kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional dapat dilihat pada table di bawah ini.
Karakteristik Esensial SMP-SBI sebagai Penjaminan Mutu Pendidikan Bertaraf Internasional.
No Obyek Penjaminan Mutu (Unsur Pendidikan dalam SNP) Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP) Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)
I Akreditasi Berakreditasi A dari BAN-Sekolah dan Madrasah Berakreditasi tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan
II Kurikulum (Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan Menerapkan KTSP Sekolah telah menerapkan sistem administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya masing-masing.
Memenuhi Standar Isi Muatan pelajaramn (isis) dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.
Memenuhi SKL Penerapan standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
Meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, tekno-logi, seni, dan olah raga.
III Proses Pembelajaran Memenuhi Standar Proses • Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
• Proses pembelajaran telah diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
• Penerapan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mapel
• Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.
IV Penilaian Memenuhi Standar Penilai-an Sistem/model penilaian telah diperkaya dengan sistem/model penilaian dari sekolah unggul di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnnya.
V Pendidik Memenuhi Standar Pen-didik • Guru sains, matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
• Semua guru mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
• Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
VI Tenaga Kependidikan Memenuhi Standar Tenaga Kependidikan • Kepala sekolah berpendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
• Kepala sekolah telah menempuh pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
• Kepala sekolah mampu berbahasa Inggris secara aktif
• Kepala sekolah memiliki visi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat
VII Sarana Prasarana Memenuhi Standar Sarana Prasarana • Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK
• Sarana perpustakaan TELAH dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia
• Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.
VIII Pengelolaan Memenuhi Standar Penge-lolaan • Sekolah meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO 14000
• Merupakan sekolah multi kultural
• Sekolah telah menjalin hubungan “sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar negeri
• Sekolah terbebas dari rokok, narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
• Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam semua aspek pengelolaan sekolah
IX Pembiayaan Memenuhi Standar Pem-biayaan • Menerapkan model pembiayaan yang efisien untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan
3). Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality Assurance)
a). Input
Ciri input SBI ialah (1) telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa Inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa Inggris aktif. (4) siswa baru (intake) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, Scholastic Aptitude Test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI harus memiliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
b). Proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3) menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains, matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6) dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu mengimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.
c). Output (produk)/lulusan SBI
Adalah memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global. Ciri-ciri output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah raga.
C. Implementasi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1. Partisipasi pemerintah dalam perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Adapun yang dicanangkan pemerintah dalam proses menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sebagai berikut:
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a. standar isi;
b. Standar proses;
c. Standar kompetensi lulusan;
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. Standar sarana dan prasarana;
f. Standar pengelolaan;
g. Standar pembiayaan; dan
h. Standar penilaian pendidikan
2. Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
3. Jenjang menuju Sekolah Berbasis Internasional adalah bahwa sekolah harus memenuhi syarat-syarat dalam jenjang pendidikan yang distandartkan sebagai berikut, yakni: pertama sekolah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), kemudian memenuhi standar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), baru bisa disebut sebagai Sekolah Berstandar Internasional (SBI)
Program dan kegiatan yang dicanangkan pemerintah dalam proses perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan kurikulum yang mengacu pada kurikulum negara maju
2. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran
3. Melatih guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
4. Meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru
5. Mendapatkan pendampingan dari Tenaga Ahli
6. Menjalin sister school
7. Meningkatkan kemampuan guru dalam berbahasa internasional
8. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (ISO)
9. Menyelenggarakan pelatihan leadership untuk Kepala Sekolah
10. Melengkapi sarana sekolah
Adapun dari segi pembiayaan pemerintah menetapkan rincian anggaran sebagai berikut:
SUMBER BIAYA PENGGUNAAN
APBN Untuk biaya operasional dalam rangka
pengembangan kapasitas untuk menuju
standar kualitas SBI
1.Proses Pembelajaran (30%)
2.Sarana penunjang PBM (25%)
3.Manajemen Maksimal 20%
4.Subsidi siswa miskin dan kesiswaan (25%)
APBD Prov/Kab/Kota Untuk biaya investasi dan biaya operasional
rutin
Masyarakat dan atau Orang Tua Biaya investasi dan operasional untuk
menutup kekurangan biaya dari APBN dan
APBD untuk menuju standar kualitas SBI
Dan dalam evaluasi dari program perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Direktorat Pendidikan mencoba merencanakan sistem evaluasi sebagai berikut:
Evaluasi dilakukan setiap tahun untuk melihat kemajuan kinerja sekolah, meliputi:
a. Kemampuan penguasaan bahasa asing guru dan siswa dengan menggunakan instrumen TOEFL dan TOEIC
b. Kemampuan penguasaan siswa dalam mata pelajaran matematika dan IPA serta kompetensi keahlian (SMK)
c. Kelengkapan infrastruktur
d. Kelengkapan Bahan ajar (buku, peralatan)
e. Kepemimpinan Kepala Sekolah
f. Komitmen Pemda dalam mendukung RSBI
2. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang semakin diminati
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) untuk tingkat SMU dan SMP ternyata semakin diminati oeh masyarakat. Terbukti dengan meningkatnya jumlah pendaftar ke sekolah tersebut. Daya tampung Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) rata-rata adalah 404 siswa yang dibagi dalam 12 kelas biasa dan satu kelas akselerasi. Tentunya jumlah yang relative sedikit dibandingkan antusiame pendaftar yang mencapai 1.000 pendaftar di setiap RSBI. Menurut panitia penerimaan siswa baru disalah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), peningkatan jumlah pendaftar selain disebabkan oleh meningkatnya minat masyarakat untuk bersekolah di RSBI, juga disebabkan proses pendaftaran yang semakin mudah dengan cara "online" dan tidak perlu datang ke sekolah.
D. Kritik Terhadap Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Tujuan utama penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional adalah upaya perbaikan kualitas pendidikan nasional, khususnya supaya eksistensi pendidikan nasional Indonesia diakui di mata dunia dan memiliki daya saing dengan negara-negara maju lainnya.
Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3), SBI juga merupakan proyek prestisius, karena akan dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Padahal, untuk setiap sekolahnya saja Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.
Sejak dilendingkan kebijakan SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara mendalam. Dan disini penulis cenderung untuk memaparkan berbagai analisis yang dilakukan oleh beberapa pakar pendidikan dalam mengkritisi kebijakan SBI yang menurut mereka sangat tidak relevan dan cenderung akan mengalami banyak anomaly dikemudian hari. Diantara kritik terhadap SBI yakni:
1. Pendidikan yang diskriminatif dan eksklusif
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya). Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya, terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas.
2. Rumusan konseptual yang tidak jelas
Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP + X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internasional.
Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam? Apakah sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga menurut Satria Dharma, mungkin ini merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur.
konsep ini berangkat dari asumsi yang salah tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya dengan nilai TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL >500. Padahal tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan kemampuan orang dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. Banyak orang yang memiliki nilai TOEFL <500 yang lebih fasih berbahasa Inggris dibandingkan orang yang memiliki nilai TOEFL >500 . Singkatnya, menjadikan nilai TOEFL sebagai patokan keberhasilan pengajaran hard science bertaraf internasional adalah asumsi yang keliru. TOEFL lebih cenderung mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi faktor-faktor non-linguistik. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi pedagogik.
3. Pendidikan yang berorientasi materiil
Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
4. Berpotensi pada komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain. SBI pada sekolah swasta akan berbeda pula besaran dananya, mengingat kucuran dari pemerintah mengalami seleksi khusus, jadi masyarakat yang tertarik dengan nama SBI dan itu pada sekolah swasta akan mengeluarkan dana besar, tentunya permasalahan ini akan kembali lagi pada mampu tidaknya seseorang untuk melanjutkan pendidikan, ironis sekali dengan pencanangan sekolah gratis yang diprogramkan pemerintah akhir-akhir ini. Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban.
5. Bertolak belakang dengan semangat otonomi dan independensi sekolah (MBS)
SBI tentunya sangat bertentangan dengan semangat MBS. Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya.
E. Kesimpulan
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan. Dalam perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa kelemahan, baik secara konseptual maupun implementasinya. Pemerintah sebaiknya melakukan pelbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan pelbagai unsur/stakeholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian mendalam dengan melibatkan lebih banyak publik, dan tidak sekedar memenuhi syarat minimal birokrasi. Perlu diingat bahwa masyarakatlah yang membiayai dan yang akan menjadi end-user dari produk ini.
Ditilik dari latar belakang munculnya SBI versi Mendiknas, seolah pemerintah tidak melihat (jika tidak ingin dikatakan buta dan ceroboh) terhadap realitas pendidikan yang terjadi di bangsanya sendiri. Untuk apa dan siapa SBI ini juga masih menjadi polemik, karena siswa SBI didominasi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, selain itu siswa SBI hanya untuk siswa diatas rata-rata SNP. Dari pelaksanaannya pun banyak kelemahan yang harus dipertimbangkan, diantaranya proses belajar mengajar dengan menekankan pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar justru akan menurunkan kapasitas guru dalam proses pembelajarannya. Karena content dari materi harus dipersulit lagi dengan penggunaan istilah bahasa Inggris. Pemahaman siswa terhadap materi pun akhirnya menjadi korban. Karena penyerapan materi yang diberikan dipersulit dengan penyerapan artikulasi guru dalam menerangkan materi dengan bahasa Inggris. Output SBI juga masih samar terutama ketika siswa ingin melangkahkan pendidikan lanjutan. Perlu dipertanyakan juga apakah para orang tua siswa mampu secara finansial memberikan biaya anaknya untuk berkuliah di luar negeri. Menjamurnya Sekolah Berbasis Internasional (SBI) juga berpotensi dalam upaya manipulatif lembaga pendidikan yang tidak jujur untuk mengaku-aku telah berstandar internasional demi sebuah prestise dan masukan dana yang tidak sedikit dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan tentunya masyarakat sebagai pengguna utama. Seharusnya pemerintah jeli dan mengkaji lebih jauh dan menyeluruh terhadap relevansi dan signifikansi Sekolah Berstandar Internasional (SBI) sebelum membuat kebijakan pendidikan agar peningkatan pendidikan di Indonesia melonjak, bukan berarti melonjak adalah mengikuti/menyamai luar negeri tapi mendongkrak masyarakat bawah yang sebelumnya awam pendidikan menjadi paham pendidikan. Program SBI sendiri perlu mendapat evaluasi yang mendalam agar fungsional dan untuk siapa SBI dicanangkan menjadi jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Bush, Tony & Coleman, Merianne. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan.(terj. oleh Fahrurozi). Yogyakarta: IRCiSoD. 2006.
Djohar. Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV. Grafika Indah. 2006.
Haryana, Kir. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_bertaraf_internasional. Diakses pada tanggal 05 November 2010.
http://images.derizzain.multiply.multiplycontent.com/Kebijakan%20Sekolah%20Bertaraf%20Internasional.rtf?. Didownload pada tanggal 05 November 2010. Didownload pada tanggal 05 November 2010.
http://www.antaranews.com/view/?i=1243986104&c=NAS&s=PDK. Diakses pada tanggal 05 November 2010.
http://www.eramuslim.com/berita/infoumat/menyoalsekolahbertarafinternasional.html. Diakses pada tanggal 05 November 2010.
http://www.inherent-dikti.net.files.sisdiknas.pdf. Didownload pada tanggal 07 November 2010.
http://www.kabarindonesia.com. Diakses pada tanggal 05 November 2010.
http:// www.mandikdasmen.depdiknas.go.iddocsdok_34.pdf. Didownload pada tanggal 05 November 2010.
http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.iddocsdok_34.pdf. Didownload pada tanggal 05 November 2010.
http://satriadharma.wordpress.com/2007/09/19/sekolah-bertaraf-internasional-quovadiz/. Diakses pada tanggal 05 November 2010.
Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006.